BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Psikologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang membahas
mengenai masalah kejiwaan manusia, dan didalam dunia pendidikan ilmu psikologi
ini digunakan untuk membantu mengenali jiwa anak didik dari tiga aspek yaitu
kognitif, afektif dan psikomotor agar dalam proses belajar mengajar semakin
lancar.
Berbicara mengenai hubungan psikologi dengan pendidikan dan pengajaran
sesuai dengan makalah yang akan penyusun bahas begitu sangat erat sekali,
karena dengan mempelajari ilmu kejiwaan seorang guru khususnya dapat memberikan
pendidikan dan pengajaran sesuai dengan perkembangan anak didik artinya
psikologi digunakan untuk pedoman dalam memberikan materi pendidikan dan
pengajaran sehingga yang menjadi tujuan dalam pendidikan dan pengajaran berupa
ranah kognitif, afektif dan psikomotor akan mudah tercapai.
Banyak berbagai buku yang membahas tentang tinjauan psikologis mengenai
pendidikan dan pengajaran secara umum ,akan tetapi dalam pembahasan makalah ini
penyusun akan berusaha mengkhususkan kembali pembahasan yaitu mengenai
hubungan psikologi dengan pembelajaran
pendidikan agama islam. Gambaran mengenai pembahasan dalam makalah ini yaitu;
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Psikologi ..?
2. Apa Pengertian Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam..?
3. Hubungan Psikologi Dengan Pembelaran Pendidikan
Agama Islam (PAI)...?
C. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memberikan gambaran tentang tentang hubungan psikologi dengan pembelajaran
pendidikan agama islam (PAI), sehingga para pendidik dalam memberikan pemahaman
kepada siswa selalu, memperhatikan keadaan psikologi peserta didik, yang
kemudian dapat mengkonstruk pemahaman peserta dengan maksimal.
D. MANFAAT PENULISAN MAKALAH
Manfaat penulisan makalah ini adalah memberikan pemahaman tentang
hubungan psikologi dengan pembelajaran PAI, sehingga dalam proses pembelajaran
didalam kelas selalu memperhatikan keadaan psikologi peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PSIKOLOGI
Sebagaimana halnya Istilah – istilah ilmiah lain, kata psikologi juga
merupakan istilah ilmiah yang berasal dari bahasa yunani. Secara etimologis,
psikologi berasal dari yunani, yaitu kata psyche yang berarti “jiwa” dan logos
yang berarti “ilmu”. Jadi secara harfiah, psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu
yang mempelajari tentang gejala – gejala kejiwaan.[1]
Sedangkan menurut poerbakawatja dan harahap “Psikologi merupakan cabang
ilmu pengetahuan yang mengadakan penyelidikan atas gejala – gejala dan kegiatan
jiwa”. Dari pengertian diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa
penyelidikan yang dilakukan selain gejala –gejala dalam jiwanya sendiri,
termasuk interaksi jiwa dengan lingkungannya.[2]
B. PENGERTIAN PEMBELAJARAN PAI
Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction atau “pengajaran”.
Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan. Dengan demikian
pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar ( oleh siswa ) dan Mengajar
( oleh guru ). Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan
yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar adalah
kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secara optimal[3].
Pembelajaran adalah kegiatan yang bertujuan untuk membelajarkan siswa. Definisi
lain menjelaskan pembelajaran adalah seperangkat kejadian yang mempengaruhi
siswa dalam situasi belajar.[4]
Pembelajaran ialah membelajarkan siswa
menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar, yang merupakan penentu utama
keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah,
mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar
dilakukan oleh peserta didik atau murid. Sedangkan menurut Corey sebagaimana
yang dikutip oleh Syaiful Sagala Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan
seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam
tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons
terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.[5]
Pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut guru dalam
menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang
telah diprogramkan.[6]
Dari definisi di atas dapat ditarik satu
pemahaman bahwa, pembelajaran adalah proses yang disengaja dirancang untuk
menciptakan terjadinya aktivitas belajar dalam diri individu. Dengan kata lain,
pembelajaran merupakan sesuatu hal yang bersifat eksternal dan sengaja
dirancang untuk mendukung terjadinya proses belajar internal dalam diri
individu.
Sedangkan Pendidikan Agama Islam (PAI)
merupakan sebutan yang diberikan kepada salah satu subyek pelajaran yang harus
dipelajari oleh siswa muslim dan menjelaskannya pada tingkat tertentu.[7] Menurut
Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Islam (PAI) berarti bidang studi Agama Islam.[8]
Pendidikan Agama Islam (PAI) ialah usaha yang
lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagaman subyek peserta
didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran
Islam. Selain itu PAI bukanlah sekedar proses usaha mentransfer ilmu
pengetahuan atau norma agama melainkan juga berusaha mewujudkan perwujudan
jasmani dan rohani dalam peserta didik agar kelak menjadi generasi yang
memiliki watak, budi pekerti, dan kepribadian yang luhur serta kepribadian
muslim yang utuh.[9]
Jadi pembelajaran PAI adalah suatu proses yang
bertujuan untuk membantu peserta didik dalam belajar agama Islam. Pembelajaran
ini akan lebih membantu dalam memaksimalkan kecerdasan peserta didik yang
dimiliki, menikmati kehidupan, serta kemampuan untuk berinteraksi secara fisik
dan sosial terhadap lingkungan.[10]
C. HUBUNGAN PSIKOLOGI DENGAN PEMBELAJARAN
PAI
Pembelajaran adalah suatu proses terjadinya interaksi antara pelajar dan
pengajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran , yang berlangsung dalam
suatu lokasi tertentu dalam jangka satuan waktu tertentu pula. Proses
pembelajaran berlangsung melalui tahap-tahap persiapan (desain pembelajaran),
pelaksanaan (kegiatan belajar mengajar) yang melibatkan pengajar dan siswa,
berlangsung di dalam kelas dan di luar kelas dalam satuan waktu untuk mencapai
tujuan kompetensi (kognitif, afektif dan psikomotorik) dan selanjutnya
dirumuskan dalam bentuk tujuan-tujuan pembelajaran.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa antara proses perkembangan dengan proses
belajar mengajar memiliki keterkaitan. Sehubungan dengan ini, setiap guru
sekolah selayaknya memahami seluruh proses dan perkembangan manusia, khususnya
siswa.
Pengetahuan mengenai proses dan perkembangan dan segala aspeknya itu sangat
bermanfaat, antara lain[11]:
- Guru dapat memberikan layanan dan bantuan dan bimbingan yang tepat kepada siswa dengan pendekatan yang relefan denga tingakat perkembangannya.
- Guru dapat mengantisipasi kemungkinan – kemungkinan timbulnya kesulitan belajar siswa tertentu.
- Guru dapat memertimbangkan waktu yang tepat dlam memulai aktifitas proses belajar mengajar bidang studi tertentu.
- Guru dapat menemukan dan menetapkan tujuan – tujuan pengajaran sesuai dengan kemampuan psikologisnya
Dalam proses
pembelajaran pendidikan agama islam, terjadi interaksi antara guru dan siswa.
Dalam interakasi itu, terdapat peristiwa dan proses psikologis. Peristiwa dan
proses psikologis ini sangat perlu untuk dipahamidan dijadikan rambu-rambu oleh
para guru dalam memperlakukan peserta didik secara tepat.
Guru agama dalam proses
pendidikan agama islam, sangat diharapkan mampu menata lingkungan psikologis
ruang belajar sehingga mengandung atmosfer (suasana perasaan) iklim kondusif
yang memungkinkan para siswa mengikuti proses belajar dengan tenang dan bergairah.
Ada beberapa faktor
yang juga harus diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran pendidikan
agama islam. Faktor ini terdiri dari dua aspek, yaitu aspek Fisiologis
(bersifat jasmaniah) dan faktor psikologis (bersifat rohaniah) dan kelelahan
(bersifat jasmaniah dan rohaniah).
1. Aspek Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan
dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam.
Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat
memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar
akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu.
Sebalikrtya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya
hasil belajar yang maksimal. Oleh karena keadaan tonus jasmani sangat
memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan
jasmani. Cara untuk menjaga kesehatan Jasmani antara lain adalah: 1) menjaga
pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh,
karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu,
dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar; 2) rajin berolahraga
agar tubuh selalu bugat dan sehat; 3) istirahat yang cukup dan sehat.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar
berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil
belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan
mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar,
pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan
ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar. Pancaindra
yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh
karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga pancaindra dengan baik, baik
secara preventif maupun yang,bersifat kuratif, dengan menyediakan
sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata
dan telinga secara periodik, mengonsumsi makanan yang bergizi, dan lain
sebagainya.[12]
2. Aspek psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat
memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama memengaruhi
proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.
a. Kecerdasan/inteligensi siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai
kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan
lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya
berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh yang lain.
Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang
penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sendiri sebagai
pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang
paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menenentukan kualitas
belajar siswa. Semakin tinggi tingkat inteligensi seorang individu, semakin
besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya,
semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit individu itu
mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari
orang lain, seperti guru, orangtua, dan lain sebagainya. Sebagai faktor
psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan
pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau guru
profesional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan siswanya.
Pemahaman tentang tingkat kecerdasan
individu dapat diperoleh oleh orangtua dan guru atau pihak-pihak yang
berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga
dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat
superior, superior, ratarata, atau mungkin lemah mental. Informasi tentang
taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk
memprediksi kemampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan
peserta didik akan membantu mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan
diberikan kepada siswa.
b. Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang
memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong
siswa inginn melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan
motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong,
memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga
diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap
intensitas dan arah perilaku seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi
menjadi dua, yairu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan
memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar
membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak
hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi
kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang
lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung
pada motivasi dari luar (ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992),
yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar antara lain adalah:
1)
Dorongan ingin tahu dan ingin menyelediki dunia yang lebih luas;
2)
Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk
maju;
3)
Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari
orang-orang penting, misalkan orangtua, saudara, guru, atau teman-teman, dan
lain sebagainya;
4)
Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi
dirinya, dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang
datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk
belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, reladan guru orangtua, dan
lain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungan secara positif akan
memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.
c. Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti
kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap
sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003), minat bukanlah istilah yang populer dalam
psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal
lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama
halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap
aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia
akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam
konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu
membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan
dipelajarinya.
Untuk membangkitkan minat belajar siswa
tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Antara lain, pertama, dengan
membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan,
baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa untuk
mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa
(kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun
performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan
atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang
studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
d. Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat
memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang
berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan
cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik
secara positif maupun negatif (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat
dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru,
pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengan tisipasi munculnya
sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru
yang profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan
profesionalitas, seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi
siswanya; berusaha mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik,
sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaran yang
diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti
pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang
srudi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.
e. Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi
proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan
sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan
pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin
(1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa
untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorangyang menjadi
salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila
bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu
akan mendukung proses belajarnya sehingga kernungkinan besar ia akan
berhasil.
Pada dasarnya, setiap orang mempunyai bakat
atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya
masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar
individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan
latihan. Individu yang telah memiliki bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap
segala informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya,
siswa yang berbakat di bidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa
lain selain bahasanya sendiri.[13]
f. Sikap siswa
Sikap
merupakan gejala internal yang berdimensi afektif, berupa kecenderungan untuk
mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek tertentu,
seperti orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.
Sikap yang positif merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa.
Sebaliknya sikap yang negatif akan menimbulkan kesulitan belajar bagi siswa
yang bersangkutan.
g. Kematangan
dan kesiapan
Kematangan merupakan suatu tingkatan atau fase dalam pertumbuhan seseorang,
di mana seluruh organ-organ biologisnya sudah siap untuk melakukan kecakapan
baru. Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara
terus-menerus, untuk itu diperlukan latilian-latihan dan pelajaran.
Dalam konteks, proses pembelajaran, kesiapan untuk belajar sangat menentukan
aktivitas belajar siswa. Siswa yang belum siap belajar, cenderung akan
berperilaku tidak kondusif, sehingga pada gilirannya akan mengganggu proses
belajar secara keseluruhan.
Kesiapan atau readiness merupakan kesediaan untuk memberi respons
atau bereaksi. Kesediaan itu datang dari dalam diri siswa dan juga berhubungan
dengan kematangan. Kesiapan amat perlu diperhatikan dalam proses belajar,
karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya
akan lebih baik.
3. Kelelahan
Kelelahan dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu kelelahan jasmani (fisik) dan kelelahan rohani (bersifat
psikis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan muncul
kecenderungan untuk membaringkan tubuh (beristirahat). Kelelahan jasmani
disebabkan oleh terjadinya kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam tubuh.
Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan.
Upaya mengatasi kelelahan dapat
dilakukan dengan cara : (1) tidur yang cukup, (2) istirahat yang cukup, (3)
mengusahakan variasi dalam belajar, (4) mengonsumsi obat yang tidak
membahayakan bagi kesehatan tubuh, (5) rekreasi yang teratur, (6) olahraga
secara teratur, (7) mengimbangi makan dengan makanan yang memenuhi
syarat-syarat kesehatan, dan (8) konsultasi dengan dokter, psikiater, konselor,
dan lain-lain apabila kelelahannya sangat serius.
4. Lupa
Lupa
adalah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang
sebelumnya telah dipelajari. Gulo (1982) dan Rebber (1988) dalam Syah (1996)
menyatakan bahwa lupa adalah ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu
yang pernah dipelajari atau dialarni. Lupa juga berarti ketidakmampuan untuk
mengingat kembali sesuatu yang telah dialami atau dipelajari untuk sementara
waktu maupun jangka waktu lama. Dalam hal ini guru dianjurkan untuk
mendemonstrasikan dengan alas-alas peraga yang tersedia atau memberi tanda
khusus pada kata istilah pokok yang tertulis di pagan tulis dengan kapur
berwarna; (3) cobalah Anda selalu menyajikan pokok bahasan materi yang akan
disajikan pada sesi berikutnya. Langkah ini penting ditempuli oleh guru, sebab
keseimbangan antara pokok bahasan yang situ dengan lainnya dapat mengelola
proses pengolahan materi bahasan tersebut dalam sistem akal siswa; (4) jika Anda
menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan materi yang telah Anda sajikan
kepada seseorang siswa, sebaiknya Anda memerhatikan hal-hal sebagai berikut:
(a) pertanyaan disampaikan secara akrab dan tidak menegangkan, (b) pertanyaan
hendaknya singkat, padat, dan jelas, dan tidak mengandung banyak tafsiran, (c)
pertanyaan hendaknya hanya mengandung sate inasalah agar siswa dapat memusatkan
proses sistem akalnya dalam mencari respons, (d) alternatif jawaban pertanyaan
tidak "ya" dan "tidak" saja, (e) apabila siswa tidak mampu
menjawab, Anda jangan memaksanya, sebab itu akan kehilangan muka (malu) dan
ingatannya menjadi kacau, (f) segeralah Anda tawarkan pertanyaan-pertanyaan
kepada siswa lain agar siswa yang tidak mampu menjawab tadi dapat mengambil
pelajaran dari kawannya sendiri, (g) apabila siswa berhasil menjawab, berilah
pujian dan senyum seperlunya tanpa harus bersikap melecehkan siswa yang gagal
menjawab pertanyaan Anda.
5. Kejenuhan
dalam Belajar
Kejenuhan bisa berarti padat atau
penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apa pun. jenuh juga bisa berati jemu
atau bosan. Kejenuhan belajar adalah rentang waktu tertentu yang digunakan
untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil (Reber 1988) dalam Syah, 1996:
165). Seorang siswa,yang mengalarni kejenuhan belajar merasa seakan-akan
pengetahuan dan kecakapan yang diperolehnya dari hasil belajar tidak ada kemajuan.
Kejenuhan juga bisa melanda siswa
apabila proses belajar terjadi secara monoton, pemaksaan frekuensi belajar dan
lain-lain. Upaya mengatasi kejenuhan adalah dengan terlebih dahulu mencari
penyebab timbulnya kejenuhan, selanjutnya memberikan solusi terhadap kejenuhan
itu. Apabila faktor penyebab kejenuhan adalah kelelahan, maka solusinya adalah
beristirahat.
Dalam perspektif Islam, berkenaan dengan keberhasilan belajar seseorang
(siswa) terkait dengan faktor "hidayah". Betapa pun seseorang sudah
berusaha secara maksimal, apabila tidak ada hidayah dari Allah. Hidayah dalam
pandangan Islam bukan pasif tetapi aktif. Hidayah tidak akan datang apabila
seseorang tidak melakukan apapun. Untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal,
upaya belajar yang dilakukan seseorang (siswa) adalah dalam rangka. "menjemput
hidayah".[14]
BAB III
PENUTUP
Dari
penjelasan diatas sudah jelas kiranya bahwa psikologi dengan pembelajaran
pendidikan agama Islam (PAI) sangat terkait. Dalam setiap pembelajaran
khususnya pendidikan agama islam selalu ada muatan psikologis, oleh kerenanya
sangat naif sekali apabila dalam pembelajaran tidak menghubungkan unsur psikologis
didalamnya sebagai alat untuk menggali keadaan psikologis peserta didik.
Untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan, maka seorang pengajar
harus menciptkan suasana senyaman mungkin sehingga peserta didik merasa
nyamaman dan bergairah dalam proses pembelajran dengan begitu peserta didik
tidak akan mengalami, kesulitan, kejenuhan, dan lain sebagainya dalam proses
pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
Alex Sobur. Psikologi umum, Bandung
: Pustaka Setia. 2003
muhibbin Syah, Psikologi pendidikan.Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2005
http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/definisi-pembelajaran.html
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2185558-pengertian-pembelajaran-pai/
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung :
Alfabeta, 2003),
Dr.E.Mulyasa, M.Pd, Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006),
H. M. Chabib Thoha, Metodologi
Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999 )
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran
Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,1995),
Muntholi’ah, Konsep Diri Positif
Penunjang Prestasi PAI, (Semarang: Gunungjati dan Yayasan al Qalam, 2002)
Mukhtar, Desain Pembelajaran PAI, (Jakarta: Misaka Galiza,
2003), cet. III,
http://www.psychologymania.com/2012/06/manfaat-mempelajari-psikologi-belajar.html
http://ningningocha.wordpress.com/2011/06/10/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-belajar-dan-pembelajaran/
http://goodpaperr.blogspot.com/2012/11/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-belajar.html
[3]
http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/definisi-pembelajaran.html
[4]
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2185558-pengertian-pembelajaran-pai/
[5] Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung :
Alfabeta, 2003), hlm. 61
[6] Dr.E.Mulyasa, M.Pd, Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), 90.
[7] H. M. Chabib Thoha, Metodologi Pengajaran
Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999 ), hlm. 4
[8] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama
Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,1995), hlm.8
[9] Muntholi’ah, Konsep Diri Positif Penunjang
Prestasi PAI, (Semarang: Gunungjati dan Yayasan al-Qalam, 2002), cet.1,
hlm. 18.
[10] Mukhtar, Desain Pembelajaran PAI, (Jakarta: Misaka Galiza,
2003), cet. III, hlm. 14.
[11] http://www.psychologymania.com/2012/06/manfaat-mempelajari-psikologi-belajar.html
[13]
http://ningningocha.wordpress.com/2011/06/10/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-belajar-dan-pembelajaran/
[14]
http://goodpaperr.blogspot.com/2012/11/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-belajar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar