Komisi Gratis | Bisnis Online Tanpa Modal

Minggu, 06 Januari 2013


NUZULUL QUR'AN
oleh : Gufron Fauzi
 
BAB I
PENDAHULUAN
A.      PENDAHULUAN
ALLAH telah memuliakan umat Muhammad, karenanya Dia telah menurunkan kepadanya kitab yang luar biasa, sebagai penutup dari kitab-kitab samawy, menjadi undang-undang kehidupan, pemecah persoalan, menjadi pengobat penyakit dan kanker masyarakat, tanda keagungan dan keluhuran sebagai umat pilihan untuk bisa mengemban risalah samawiyah yang paling mulia, yang Allah telah memuliakannya dengan bekal kitab yang luhur ini dan diturunkan khusus kepada seorang Rasul yang mulia Muhammad bin Abdillah. Dengan turunnya Al-Quran ini sempurnalah ikatan risalah samawiyah, terpancarlah sinar cahaya ke seluruh penjuru dunia yang akhirnya sampailah petunjuk Allah itu kepada mahluk-Nya. Firman Allah s w t.:
“Dia dibawa turun oleh Ar-Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (Asy-Syu’ara:193-195)
Oleh karena itu Mempelajari Al-Quran adalah kewajiban.  Ada beberapa prinsip dasar untuk memahaminya, khusus dari segi hubungan Al-Quran dengan ilmu pengetahuan. Atau, dengan kata lain, mengenai “memahami Al -Quran dalam Hubungannya dengan Ilmu Pengetahuan.”(Persoalan ini sangat penting, terutama pada masa-masa sekarang ini, dimana perkembangan ilmu pengetahuan demikian pesat dan meliputi seluruh aspek kehidupan). Penting bagi kita untuk mengetahui sejarah turunnya Al Qur`an, agar menambah keteguhan iman kita kepada kitab Allah SWT dan tetap pada ajaran Islam. Apabila kita tidak mengetahui sejarah, maka kecenderungan mengulangi sejarah seperti masa lalu ketika terjadinya pemalsuan al-Qur’an pada masa-masa awal Islam akan terjadi lagi. Apalagi mengingat sekarang ini bebas dan maraknya ajaran-ajaran “nyeleneh” yang bermunculan. Maka dari itu adalah patas kalo makalah ini membahas tentang pengertian Nuzulu Al-quran….??, Bagaimana proses tahapan al-Qur’an diturunkan..??, cara turunnya al-quran dan hikmahnya….???, dan Al-quran diturunkan dengan tujuh huruf…???
Dengan adanya pembahasan ini tentunya kami semua berharap semakin memperkaya ilmu pengetahuan kami khususnya tentang Nuzulul Qur’an.



BAB II
PEMBAHASAN
A.  PENGERTIAN NUZULU AL-QU’AN
Allah swt berfirman : ”Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS.Al-Baqarah : 185) 
Secara etimologis, kata Nuzul memiliki beberapa pengertian. Menurut Ibn Faris, kata Nuzul berarti hubuth syay wa wuqu’uh, turun dan jatuhnya sesuatu[1]. Sedang menurut al-Raghib al-Isfahaniy, kata Nuzul berarti al-inhidar min ‘ulw ila asfal,meluncur atau turun daria atsas kebawah[2]. Nuzul dalam pengertian ini dapat di jumpai dalam QS al Baqarah ayat 22.
Sedangkan definisi Al-Quran secara etimologis adalah “Qur’an” berarti “bacaan”, pengertian seperti ini dikemukakan dalam Al-Qur’an sendiri yakni dalam surat Al-Qiyamah, ayat 17-18:
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan kami. (Karena itu), jika kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya”.
Adapun menurut istilah Al-Qur’an berarti: “Kalam Allah yang merupakan mu’jizat yang diturunkan kepada nabi Muhammad, yang disampaikan secara mutawatir dan membacanya adalah ibadah”.
Sudah jelas kiranya dari pengertian dua kata diatas, bahwa yang dimaksud nuzulu al-quran adalah turunnya kalam Allah yang diturunkan khusus kepada nabi Muhammad,pun juga sebagai mu’jizat untuk nabi Muhammad, dan bagi orang yang membacanya dinilai ibadah. Akan tetapi turunnya al-quran dari luh mahfud bukan seperti terlemparnya sesuatu dari langit kebawah ataupun meluncur dari atas kebawah, melainkan melalui ruhu al-qudus yaitu malaikat Jibril. Ini menunjukkan bahwa al-quran yang ada skarang, adalah murni dari Allah tanpa produk kontemplasi atau hasil pemikiran filsafat manusia. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam Al-quran surat Al-Najm ayat 3-4 yang artinnya :
“…dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)…”
B.  TAHAPAN TURUNNYA AL-QUR’AN
Yang dimaksud dengan “ tahap-tahap turunnya Al-Qur’an” ialah tertib dari fase-fase disampaikan kitab suci Al-Qur’an, mulai dari sisi Allah hingga langsung kepada Nabi Muhammad SAW, kitab suci ini tidak seperti kitab-kitab suci sebelumnya. Sebab kitab suci ini diturunkan secara bertahap, sehingga betul-betul menunjukkan kemukjizatannya
Dalam proses tahapan turunnya Alquran mengalami dua fase yaitu:
1.   Penurunan Alquran dari Lauhul Mahfuzd ke Baitul 'izzah.
 بل هوا قرأن مجيد في لوح المحفوظ (البروج:21-22)
Artinya: bahkan yang di dustakan itu ialah Al-Qur’an yang mulia, yang tersimpan di Lauhul Mahfudz ( QS. Al-Buruj 21).
Ayat ini menjelaskan bahwa sebelum diturunkan ,Alquran berada di Lauhul Mahfuzd. Lauhul Mahfuzd ini adalah kitab yang terpelihara sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam Alquran
انه لـقـرأن كريم في كـتاب مكنون لايمسه الا المطـــهــــر ونتنزيل  من رب العـالــــمين (الواقعة:77-80)
Berdasarkan ayat ini jumhur mufassirin berpendapat bahwa kitab yang terpelihara itu adalahLlauhul Mahfuzd, yaitu terpelihara dari pendengaran syaithan yang mencuri pendengaran secara sembunyi-sembunyi dan terpelihara perubahan dan pergantian. Sedangkan maknun berarti bahwa Alquran terpelihara dari kebatilan. Kedua makna ini berdekatan satu  sama lain.[3]
Setelah  berada di Lauh Mahfudh, Kitab Al-Qur’an itu turun ke Baitul Izzah di Langit Dunia atau Langit terdekat dengan bumi ini.


Banyak dalil yang menerangkan penurunan Al-Qur’an tahapan ini, baik dari ayat Al-Qur’an ataupun dari Hadits Nabi Muhammad SAW, diantaranya sebagai berikut :
·         Sesungguhnya Kami menurunkan-Nya ( Al-qur’an ) pada suatu malam yang diberkahi. ( QS. Ad-Dukhon : 3 ).
·         Sesungguhnya Kami telah menurunkan-Nya ( Al-qur’an ) pada malam kemuliaan. ( QS. Al-Qadri : 1 ).
·         ” ( Beberapa hari itu ) ialah Bulan Ramadlan, bulan yang didalamnya diturunkan permulaan ) Al-Qur’an ”. ( QS. Al-Baqarah : 185 ).
Hadits Riwayat Hakim dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas RA dari Nabi Muhammad SAW yang bersabda :
Al-Qur’an itu dipisahkan dari pembuatannya lalu diletakkan di Baitul Izzah dari langir dunia, kemudian mulailah malaikat jibril menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW.  ( HR. Hakim dari Ibnu Jubair dari Ibnu Abbas RA. ).
Hadits Riwayat An-Nasa’i, Hakim, dan Baihaqi dari Ibnu Abbas RA. Beliau berkata :
Al-Qur’an itu diturunkan secara sekaligus kelangit Dunia pada Malam Qadar, kemudian setelah itu diturunkan ( Sedikit demi sedikit ) selama 20 tahun. ( HR. An-Nasa’i dari Ibnu Abbas RA. ).
Hadits Riwayat Hakim, Baihaqi dan lain-lain dari Ibnu Abbas RA beliau berkata :
Al-Qur’an itu diturunkan secara sekaligus kelangit Dunia, dan hal itu adalah seperti perpindahan bintang-bintang, allah menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW sebagian setelah sebagian ( yang lain ). ( HR. Hakim, Baihaqi dari Ibnu Abbas RA)[4].
Semua dalil ayat dan Hadits-Hadits tersebut diatas menunjukkan turunnya Al-Qur’an secara sekaligus, seluruh isi Al-Qur’an dari Lauh Mahfudh ke Baitul Izzah dilangit dunia.
2.   Penurunan Alquran dari Baitul 'Izzah kepada Nabi SAW
Al-Qur’an turun dari Baitul Izzah di langit dunia langsung kepada nabi Muhammad. Artinya, Al-Qur’an diturunkan diBaitul Izzah dilangit dunia agar para malaikat menghormati kebesarannya. Pada selanjutnya al-quran disampaikan langsung kepada Nabi Muhammad, baik melalui perantara Malaikat Jibril ataupun secara langsung ke dalam hati sanubari nabi Muhammad SAW, maupun dari balik tabir.
                  Dalilnya ayat Al-Qur’an antara lain:
ولقد أنزلناه إليك ايت بينت
Artinya: dan sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas.” (Q.S. al-baqoroh:99)
نزل به الروح الامين . على قلبك لتكون من المنذربن
Artinya: ia (al-qur’an ) dibawa turun oleh Ar-Ruhul Al-Amin (Jibril) kedalam hatimu (Muhammad)agar kamu menjadi salah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan.” (Q.S. asy-syu’ara: 193-194)[5]
Dalam proses turunnya al-quran pada tahap ini, malaikat jibril menurunkan al-quran dari Baitul Izzah kepada nabi Muhammad secara bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian sejak bliau diutus sampai wafatnya. Sesuai dengan firman Allah yang artinya :
Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsurangsur agar kamu membacakannya perlahanlahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS AlIsra;106)
C.  CARA TURUNYA AL-QUR’AN DAN HIKAMHNYA
Al Al-Qur’an secara -Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur berupa beberapa ayat dan sebuah surat atau berupa surat yang pendek secara lengkap dan penyampaian keseluruhan memakan waktu kurang lebih 23 tahun yakni 13 tahun waktu Nabi masih tinggal di Makkah sebelum hijrah dan 10 tahun waktu Nabi sesudah hijrah ke Madinah[6].
Pertama : Datang kepada Rasul SAW Malaikat seperti dencingan suara lonceng yang amat kuat, dari musnad imam Ahmad, dari Abdullah bin Umar, aku bertanya kepada Rasul, Apakah anda ya Rasul menyadari tetang turunnya wahyu ?, Rasul Menjawab : aku mendengar suara dencingan lonceng, kemudian aku diam, tiba-tiba aku tidak sadarkan diri, ternyata turunnya wahyu. Dan cara ini adalah cara yang terberat, dan dikatakan demikian diantara turunnya ayat berkenaan tetang janji dan ancaman.
Kedua : Malaikat datang kepada Rasul bagaikan seorang laki-laki, dan menyampaikan wahyu, demikian sebagaimana hadits shahih. Dan cara yang demikian adalah cara yang lebih ringan dari cara yang pertama. Karena cara ini, Malaikat sebagaimana layaknya saudara saudara yang lain, dan berbicara baik secara sadar seperti pada saat isra dan mi’raj, dan dalam keadaan tidur seperti hadits Muaz bin Jabal[7].
Hikmahnya turunnya al-quran secara berangsur-angsur menurut peristiwa yang melatarinya adalah :
1.   Untuk menguatkan hati Nabi Shallahu 'Alaihi wa Sallam. Firman-Nya:
Orang-orang kafir berkata, kenapa Qur'an tidak turun kepadanya sekali turun saja? Begitulah, supaya kami kuatkan hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). (Al-Furqaan:32)
Kata Abu Syamah, ayat itu menerangkan bahwa Allah memang sengaja menurunkan Qur'an secara berangsur-angsur. Tidak sekali turun langsung berbentuk kitab seperti kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul sebelumnya, tidak. Lantas apa rahasia dan tujuannya? Tujuannya ialah untuk meneguhkan hati Nabi Shallahu 'Alaihi wa Sallam . Sebab dengan turunnya wahyu secara bertahap menurut peristiwa, kondisi, dan situasi yang mengiringinya, tentu hal itu lebih sangat kuat menancap dan sangat terkesan di hati sang penerima wahyu tersebut, yakni Muhammad. Dengan begitu turunnya melaikat kepada beliau juga lebih intens (sering), yang tentunya akan membawa dampak psikologis kepada beliau; terbaharui semangatnya dalam mengemban risalah dari sisi Allah. Beliau tentunya juga sangat bergembira yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Karena itu saat-saat yang paling baik di bulan Ramadhan, ialah seringnya perjumpaan beliau dengan Jibril.
2.   Sebagai Tantangan dan Mukjizat (التحدي والإعجاز)
Orang-orang musyrik senantiasa berkubang dalam kesesatan dan kesombongan hingga melampaui batas. Mereka sering mengajukan berbagai pertanyaan dengan maksud melemahkan dan menantang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk menguji kenabian beliau. Mereka juga sering menyampaikan hal-hal batil yang aneh, seperti menanyakan tentang hari kiamat: {يسألونك عن الساعة}, atau meminta disegerakannya azab: {ويستعجلونك بالعذاب}. Maka turunlah al-Qur’an untuk menjelaskan kebenaran kepada mereka, dan memberikan jawaban yang paling jelas atas pertanyaan-pertanyaan mereka, seperti firman Allah ta’ala:
ولا يأتونك بمثل إلا جئناك بالحق وأحسن تفسيرا
Artinya: “Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” [al-Furqaan ayat 33]
Maksud ayat di atas adalah, setiap orang-orang kafir datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pertanyaan-pertanyaan batil yang aneh, maka Allah akan mendatangkan jawaban yang benar dan lebih baik maknanya dibanding pertanyaan-pertanyaan yang sia-sia dan tak ada manfaatnya tersebut.
Di saat orang-orang kafir keheranan atas turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur, maka Allah menjelaskan kepada mereka kebenaran hal itu. Sebab, tantangan kepada orang-orang kafir dengan al-Qur’an yang diturunkan secara berangsur-angsur sedang mereka tidak sanggup untuk membuat yang semisal dengannya, akan lebih memperlihatkan kemukjizatan dan lebih efektif pembuktiannya dibanding kalau al-Qur’an diturunkan sekaligus.
3.   Mempermudah Hafalan dan Pemahamannya (تيسير حفظه وفهمه)
Al-Qur’an al-Karim turun di tengah-tengah umat yang ummi, tidak pandai membaca dan menulis. Catatan mereka adalah ingatan dan hafalan. Mereka tak memiliki pengetahuan tentang tata cara penulisan dan pembukuan yang memungkinkan mereka untuk menulis dan membukukannya, baru kemudian menghafal dan memahaminya. Allah ta’ala berfirman:
هو الذي بعث في الأميين رسولا منهم يتلو عليهم آياته ويزكيهم ويعلمهم الكتاب والحكمة وإن كانوا من قبل
لفي ضلال مبين
Artinya: “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” [al-Jumu’ah ayat 2]
Umat yang buta huruf ini, tidaklah mudah bagi mereka menghafal seluruh al-Qur’an seandainya al-Qur’an diturunkan sekaligus, dan tidak mudah pula bagi mereka memahami maknanya dan mentadabburi ayat-ayatnya. Turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur merupakan bantuan yang terbaik bagi mereka untuk menghafal dan memahami ayat-ayatnya.
Setiap kali turun satu atau beberapa ayat, para shahabat segera menghafalnya, mentadabburi maknanya, dan mempelajari hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Kebiasaan para shahabat ini kemudian menjadi metode pembelajaran dalam kehidupan para tabi’in. Abu Nadhrah berkata:
كان أبو سعيد الخدري يعلمنا القرآن خمس آيات بالغداة، وخمس آيات بالعشي، ويخبر أن جبريل نزل بالقرآن
خمس آيات خمس آيات
Artinya: “Abu Sa’id al-Khudri mengajarkan al-Qur’an kepada kami, lima ayat di waktu pagi dan lima ayat di waktu petang. Dia memberitahukan bahwa Jibril menurunkan al-Qur’an lima ayat lima ayat.” [Dikeluarkan oleh Ibn ‘Asakir]
4.   Kesesuaian dengan Peristiwa-Peristiwa yang Terjadi dan Penahapan dalam Penetapan Hukum (مسايرة الحوادث والتدرج في التشريع).
Manusia tidak akan mudah mengikuti dan tunduk kepada diin yang baru ini seandainya al-Qur’an tidak menghadapi mereka dengan cara yang bijaksana dan memberikan kepada mereka obat penawar yang ampuh yang dapat menyembuhkan mereka dari kerusakan dan kehinaan. Setiap kali terjadi suatu peristiwa di antara mereka, maka turunlah hukum mengenai peristiwa itu yang memberikan kejelasan statusnya, sebagai petunjuk dan peletakan dasar-dasar tasyri’i bagi mereka, sesuai dengan situasi dan kondisi, satu demi satu. Dan cara demikian ini menjadi obat bagi hati mereka.
Pada mulanya al-Qur’an meletakkan dasar-dasar keimanan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari kiamat, serta apa yang ada pada hari kiamat itu seperti kebangkitan, hisab, balasan, surga dan neraka. Untuk itu, al-Qur’an menegakkan hujjah dan bukti sehingga kepercayaan kepada berhala tercabut dari jiwa orang-orang musyrik dan tumbuh sebagai gantinya aqidah Islam.
Al-Qur’an mengajarkan akhlak yang mulia yang dapat membersihkan jiwa dan meluruskan kebengkokannya, serta mencegah perbuatan yang keji dan mungkar, sehingga dapat terkikis habis akar kejahatan dan keburukan. Ia menjelaskan kaidah-kaidah halal dan haram yang menjadi dasar agama dan menancapkan tiang-tiangnya dalam hal makanan, minuman, harta benda, kehormatan dan darah.
Kemudian penetapan hukum (tasyri’) bagi umat ini meningkat secara berangsur-angsur kepada penanganan penyakit-penyakit sosial yang telah mendarah daging dalam jiwa mereka, setelah disyari’atkan bagi mereka kewajiban-kewajiban agama dan rukun-rukun Islam yang menjadikan hati mereka penuh dengan iman, ikhlas kepada Allah dan hanya menyembah kepada-Nya serta tidak mempersekutukan-Nya.
Demikian pula, al-Qur’an turun sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada kaum muslimin dalam perjuangan mereka yang panjang meninggikan kalimatullah. Semua ini mempunyai dalil-dalil berupa nash-nash al-Qur’an al-Karim, jika kita meneliti ayat-ayat makki dan madani serta kaidah-kaidah tasyri’-nya.
Sebagai contoh, ayat yang berisi pengharaman zina sudah diturunkan di Makkah, yaitu:
ولا تقربوا الزنى إنه كان فاحشة وساء سبيلا
Artinya: “Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu suatu perbuatan keji dan jalan yang buruk.” [al-Israa’ ayat 32]
Tetapi, sanksi-sanksi yang diakibatkan oleh zina baru turun di Madinah.
5.   Penunjukan yang Jelas dan Pasti Bahwa Al-Qur’an Al-Karim Diturunkan oleh Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji (الدلالة القاطعة على أن القرآن الكريم تنزيل من حكيم حميد)
Al-Qur’an yang turun secara berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam waktu lebih dari dua puluh tahun ini, ayat-ayatnya turun dalam selang waktu tertentu, dan selama itu orang membaca dan mengkajinya surah demi surah. Ketika itu, terlihat rangkaiannya begitu padat, tersusun cermat sekali dengan makna yang saling berhubungan, dengan gaya bahasa yang begitu kuat, serta ayat demi ayat dan surah demi surah saling terjalin bagaikan untaian mutiara yang indah, yang belum pernah ada bandingannya dalam perkataan manusia.
Allah ta’ala berfirman:
كتاب أحكمت آياته ثم فصلت من لدن حكيم خبي
Artinya: “Inilah Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.” [Huud ayat 1]
Seandainya al-Qur’an ini adalah perkataan manusia yang disampaikan dalam berbagai situasi, peristiwa dan kejadian, tentulah di dalamnya terjadi ketidakserasian dan saling bertentangan satu dengan yang lain, serta sulit terjadi keseimbangan.
Allah ta’ala berfirman:
ولو كان من عند غير الله لوجدوا فيه اختلافا كثيرا
Artinya: “Kalau sekiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka akan mendapati banyak pertentangan di dalamnya.” [an-Nisaa’ ayat 82][8]
D.    AL-QUR’AN DITURUNKAN DALAM TUJUH HURUF
Imam Al Zarkasyi dalam bukunya, Al Burhan fii ‘Ulum al-Qur’an, mengingatkan bahwa al-Qira’ah (bacaan) itu berbeda dengan al-Qur’an (yang dibaca). Keduanya merupakan dua fakta yang berlainan. Sebab, al-Qur’an adalah wahyu Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk menjadi keterangan dan mukjizat. Sedangkan qira’ah ialah perbedaan cara membaca lafaz-lafaz wahyu tersebut di dalam tulisan huruf-huruf yang menurut Jumhur cara itu adalah mutawatir[9].
Terbetik berita bahwa Nabi Saw., bersabda: “al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Turmudzi dari Ubay Ibnu Ka’ab. Dan Imam Ahmad itu meriwayatkan dari Hudzaifah dan hadits ini nilainya hasan. Di dalam hadits lain: “al-Qur’an diturunkan dari tujuh buah pintu dan dalam tujuh buah huruf, semuanya cukup dan memadai”. Diriwayatkan oleh At-Tabrani dari Mu’adz Ibnu Jabal di mana hadits itu bernilai hasan, dan dalam hadits yang lainnya lagi: “al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf, barang siapa yang membaca menurut satu huruf di antaranya maka tak usahlah ia berpindah berpindah kepada huruf yang lain karena itu tidak perlu”. Diriwayatkan oleh At-Tabrani dari Ibnu Mas’ud. Dalam riwayat lain dari Ibnu Mas’ud: “al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf. Setiap huruf ada lahir dan batinnya. Dan masing-masing huruf itu ada batasannya pula dan setiap batas ada permulaannya”.[10]




Ada beberapa dalil hadits yang menjelaskan bahwa al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf. Antara lain:
حدّثَنا عبدُ اللهِ بنُ يوسُفَ أخبرَنا مالكٌ عنِ ابنِ شِهابٍ عن عُروةَ بنِ الزّبَيرِ عن عبدِ الرحمنِ بنِ عبدٍ القاريّ أنهُ قال: سمعتُ عمرَ بنَ الخَطّابِ رضيَ اللهُ عنهُ يقول: «سمعتُ هشامَ بنَ حَكيمِ بنِ حِزامٍ يَقرأُ سورةَ الفُرقانِ على غيرِ ما أقرَؤها، وكان رسولُ الله صلى الله عليه وسلّم أقرَأَنيها، وكِدْتُ أن أعجَلَ عليه، ثمّ أمهلتُهُ حتّى انصَرَفَ، ثمّ لبّبْتُهُ بردائِه فجئتُ بهِ رسولَ الله صلى الله عليه وسلّم فقلتُ: إني سمعتُ هذا يقرأُ على غيرِ ما أقرَأْتَنيها. فقال لي: أرسِلْهُ. ثمّ قال لهُ: اقرَأْ. فقرأَ. قال: هكذا أُنزِلَتْ. ثمّ قال لي: اقرَأْ. فقرأتُ. فقال: هكذا أُنزِلَتْ، إنّ القرانَ أُنزِلَ على سبعةِ أحرُفٍ، فاقرَؤوا منهُ ما تَيسّرَ».
“Meriwayatkan yang lafazhnya dari Bukhari bahwa; “Umar bin Hattab berkata: “Aku mendengar Hisham bin Hakim membaca surat al-Furqan di masa hidupya Rasulullah Saw, aku mendengar bacaannya, tiba-tiba ia membacanya dengan beberapa huruf yang belum pernah Rasulullah Saw membacakannya kepadaku sehingga aku hampir beranjak dari salat, kemudian aku menunggunya sampai salam. Setelah ia salam aku menarik sorbannya dan bertanya: “Siapa yang membacakan surat ini kepadamu?”. Ia menjawab: “Rasulullah Saw yang membacakannya kepadaku”, aku menyela: “Dusta kau, Demi Allah sesungguhnya Rasulullah Saw telah membacakan surat yang telah kudengar dari yang kau baca ini”. Setelah itu aku pergi membawa dia menghadap Rasulullah Saw lalu aku bertanya: “Wahai Rasulullah aku telah mendengar lelaki ini, ia membaca surat al-Furqan dengan beberapa huruf yang belum pernah engkau bacakan kepadaku, sedangkan engkau sendiri telah membacakan surat al-Furqan ini kepadaku”. Rasulullah Saw menjawab: “Hai ‘Umar! lepaskan dia. “Bacalah Hisham!”. Kemudian ia membacakan bacaan yang tadi aku dengar ketika ia membacanya. Rasululllah Saw bersabda: “Begitulah surat itu diturunkan” sambil menyambung sabdanya: “Bahwa al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf maka bacalah yang paling mudah!”.[11]
“Diriwayatkan dengan sanadnya dari Ubay bin Ka’ab ia berkata: “Aku berada di masjid, tiba-tiba masuklah lelaki, ia shalat kemudian membaca bacaan yang aku ingkari. Setelah itu masuk lagi lelaki lain membaca berbeda dengan bacaan kawannya yang pertama”. Setelah kami selesai salat, kami bersama-sama masuk ke rumah Rasulullah Saw, lalu aku bercerita: “Bahwa si lelaki ini membaca bacaan yang aku ingkari dan kawannya ini membaca berbeda dengan bacaan kawannya yang pertama”. Akhirnya Rasulullah Saw memerintahkan keduanya untuk membaca”. Setelah mereka membaca Rasulullah Saw menganggap baik bacaannya. Setelah menyaksikan hal itu, terhapuslah dalam diriku sikap untuk mendustakan, tidak seperti halnya diriku ketika masa Jahiliyyah. Nabi menjawab demikian tatkala beliau melihat diriku bersimbah peluh karena kebingungan, ketika itu keadaan kami seolah-olah berkelompok-kelompok di hadapan Allah Yang Maha Agung. Setelah melihat saya dalam keadaan demikian, beliau menegaskan pada diriku dan berkata: “Hai Ubay! Aku diutus untuk membaca al-Qur’an dengan suatu huruf lahjah (dialek)”, kemudian aku meminta pada Jibril untuk memudahkan umatku, dia membacakannya dengan huruf kedua, akupun meminta lagi padanya untuk memudahkan umatku, lalu ia menjawab untuk ketiga kalinya. “Hai Muhammad, bacalah al-Qur’an dalam 7 lahjah dan terserah padamu Muhammad apakah setiap jawabanku kau susul dengan pertanyaan permintaan lagi”. Kemudian aku menjawabnya: “Wahai Allah! Ampunilah umatku, ampunilah umatku dan akan kutangguhkan yang ketiga kalinya pada saat di mana semua makhluk mencintaiku sehingga Nabi Ibrahim As”.[12]
 “Riwayat Ubay bin Ka’ab, ia mengatakan: “Rasulullah Saw berjumpa dengan Jibril di gundukan Marwah”. Ia (Ka’ab) berkata: “Kemudian Rasul berkata kepada Jibril bahwa aku ini diutus untuk ummat yang ummy (tidak bisa menulis dan membaca). Diantaranya ada yang kakek-kakek tua, nenek-nenek bangka dan anak-anak”. Jibril menjawab: “Perintahkan, membaca al-Qur’an dengan tujuh huruf”. Imam al-Turmudhy mengatakan: “Hadith ini hasan lagi shahih”.[13]
Dari beberapa hadits yang disebutkan di atas, tidak terdapat nas sahih yang menjelaskan maksud dari sab’ah ahruf. Sehingga menjadi hal yang lumrah kalau para ulama’, berdasarkan ijtihadnya masing-masing, berbeda pendapat dalam menafsirkan pengertiannya. Al-Suyut dalam kitabnya al-Itqan fi al-’Ulum al-Qur’an mengatakan bahwa perbedaan ulama’ dalam masalah ini sekitar empat puluh pendapat. Perbedaan ulama’ mengenai pengertian sab’ah ahruf ini tidak berasal dari tingkatan kualifikasi mereka atas hadits-hadits tentang tema dimaksud. Perbedaan itu justru muncul dari lafaz sab’ah dan ahruf yang masuk kategori lafaz-lafaz mushtarak, yaitu lafaz-lafaz yang mempunyai banyak kemungkinan arti, sehingga memungkinkan dan mengakomodasi segala jenis penafsiran. Selain itu juga disebabkan adanya fenomena historis tentang periwayatan bacaan al-Qur’an yang memang beragam.
Para ulama berbeda pendapat tentang makna tujuh huruf yang tersebut di dalam riwayat-riwayat yang telah lalu itu. Di sini banyak sekali pertentangan dan perselisihan pendapat. Berikut ini akan dikemukana sebagiannya seperti yang telah dijelaskan Dr. al-Saif ‘Ali Husain dalam kitabnya Madkhal al-Dirasat al-Qur’aniyah, sebagai beikut:[14]
1.      Sebagian ulama’ berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh bahasa dari kalangan orang Arab dalam pengertian yang sama. Dengan pengertian bahwa dialek orang-orang Arab dalam mengungkapkan suatu maksud itu berbeda-beda, sedangkan al-Qur’an datang dengan menggunakan lafaz-lafaz menurut dialek tersebut. Kalau saja terdapat perbedaan, niscaya, al-Qur’an akan diturunkan dalam suatu lafaz saja. Adapun yang dimaksud tujuh bahasa menurut pendapat tersebut adalah bahasa: Quraisy, Saqif, Hawazan, Kinanah, Tamim, dan Yaman.
2.      Sebagian ulama’ lainnya mengatakan bahwa, yang dimaksud dengan tujuh huruf ialah tujuh bahasa dari orang-orang Arab yang menjadi tempat al-Qur’an diturunkan, dengan pengertian bahwa al-Qur’an secara keseluruhan tidak keluar dari ke tujuh bahasa tadi, yaitu: yang paling baik di kalangan Arab. Kebanyakan bahasa yang dipakai oleh al-Qur’an adalah bahasa Quraish, adapula yang Huzail, Saqif, Kinanah, Tamim, dan Yaman.
3.      Yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam di dalam al-Qur’an. Namun, mereka berbeda pendapat dalam menentukan macam dan uslub pengungkapannya. Di antara mereka ada yang menyatakan bahwa bagian yang dimaksud adalah: Amr, Nahi, Halal, Haram, Muhkam, Mutashabih, dan ‘Amal. Sementara itu, ulama’ lainnya mengatakan: Wa’ad, Wa’id, Halal, Haram, Mawaid, Amsal, dan Ihtijaj. Pendapat lainnya mengatakan: Muhkam, Mutashabih, Nasikh, Mansukh, Khusus, Umum, dan Qasas.
4.      Tujuh huruf juga diartikan beberapa segi lafaz yang berbeda dalam satu kalimat dan satu arti seperti lafaz: Halumma, Aqbil, Ta’al, Ajjil, Asri’, ilayya, qurbi dan lain-lain. Lafaz yang tujuh tersebut memiliki satu pengertian yaitu perintah “datanglah”.
Menurut mayoritas ulama’, pendapat yang mendekati kebenaran adalah pendapat ke-empat yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh bahasa. Seperti: Aqbil, Ta’al, Halumma, Ajjil, dan Asri’, Ilayya, Qurbi dan lain-lain. Lafaz-lafaz tersebut berbeda tapi tunggal semakna. Pendapat ini didukung oleh Sufyan bin ‘Uyaynah, Ibnu Jarir, Ibnu Wahab dan masih banyak ulama’ lainnya.[15]
Pendapat ini juga didukung dengan hadits:
حدّثنا عبد الله حدَّثني أبي حدثنا عفان حدثنا حماد بن سلمة أنبانا علي بن زيد عن عبد الرحمن بن أبي بكرة عن أبي بكرة : «أن جبريل عليه السلام قال: يا محمد، اقرأ القرآن على حرف، قال ميكائل عليه السلام: استزده، فاستزاده، قال: اقرأه على حرفين، قال ميكائيل: استزده، فاستزاده حتى بلغ سبعة أحرف، قال: كل شاف كاف ما لم تختم آية عذاب برحمة، أو آية رحمة بعذاب، نحو قولك تعال وأقبل، وهلم واذهب، وأسرع وأعجل».
“Diriwayatkan dari Abi Bakrah: ”Jibril Berkata: Hai Muhammad aku akan bacakan al-Qur’an dengan satu huruf. Lalu Mikail berkata: Tambahkan lagi untuknya. Jibril berkata: aku akan menambahkannya dua huruf lagi. Kemudian Mikail berkata: Tambah lagi. Akhirnya Jibril menambahnya sampai denga tujuh huruf. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya al-Qur’an ini diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah semampunya dan tidak berdosa. Tetapi jangan sekali-kali mengakhiri dzikir rahmat dengan ‘adzab atas dzikir ‘adzab dengan rahmat, seperti ucapanmu: Ta’al, Aqbil, Halumma, Izhab, Asri’ dan A’jil“[16]
















BAB III
KESIMPULAN
Dari pemaran singkat diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Nuzulu Al-quran adalah peristiwa yang luar biasa yaitu turunnya kalam Allah kepada nabi Muhammad, pun juga sebagai mu’jizat untuk nabi Muhammad, dan bagi orang-orang yang membacanya dinilai ibadah.
2.      Ada dua tahapan turunnya Al-quran, pertama Al-Quran diturunkan sekaligus dari lauh Al-mahfudz ke Baitul 'izzah pada malam lailatu al-qadr. Kedua penurunan al-quran dari baitu Al-‘izzah kepada nabi Muhammad secara bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian sejak bliau diutus sampai wafatnya.
3.      Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur berupa beberapa ayat dan sebuah surat atau berupa surat yang pendek secara lengkap dan penyampaian keseluruhan memakan waktu kurang lebih 23 tahun yakni 13 tahun waktu Nabi masih tinggal di Makkah sebelum hijrah dan 10 tahun waktu Nabi sesudah hijrah ke Madinah.
Hikmah al-quran diturunkan secara berangsur-angsur adalah :
a.       Untuk menguatkan hati Nabi Shallahu 'Alaihi wa Sallam
b.      Sebagai Tantangan dan Mukjizat (التحدي والإعجاز)
c.       Mempermudah Hafalan dan Pemahamannya (تيسير حفظه وفهمه)
d.      Kesesuaian dengan Peristiwa-Peristiwa yang Terjadi dan Penahapan dalam Penetapan Hukum (مسايرة الحوادث والتدرج في التشريع)
e.       Penunjukan yang Jelas dan Pasti Bahwa Al-Qur’an Al-Karim Diturunkan oleh Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji
(الدلالة القاطعة على أن القرآن الكريم تنزيل من حكيم حميد)
4.      Penurunan al-Qur’an dengan tujuh huruf  adalah sebagai kelonggaran dan kemudahan bagi pembaca, sehingga bisa memilih di antara bacaan-bacaan yang diinginkan, tapi bukan dimaksudkan bahwa semua kalimah yang ada dalam al-Qur’an bisa dibaca dengan tujuh macam bacaan, akan tetapi yang dimaksudkan tujuh bacaan yang berbeda itu pada beberapa tempat yang berbeda-beda yang bisa dibaca sampai tujuh bacaan. Sementara itu dalil-dalil al-Qur’an mengenai diturunkannya al-Qur’an dengan tujuh huruf ini tidak terdapat nas sahih yang menjelaskan maksud dari sab’ah ahruf. Sehingga menjadi hal yang lumrah kalau para ulama’, berdasarkan ijtihadnya masing-masing, berbeda pendapat dalam menafsirkan pengertiannya.

DAFTAR PUSTAKA
Manna’ Al-Qattan. Mabaa Hith fii ‘Uluum al-Qur’aan. Beirut: al-’Asr al-Hadith. 1973.
Ahmad bin Hanbal. Musnad Ahmad. Kuwait: Maktabah Dar al-Aqsa. 1985.
Al-Qur’anulkariim. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: Diponegoro. 1995
Muhammad bin Isa al-Turmudi. Sunan al-Turmudi. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah. 1994
Muslim al-Hajjaj. Sahih Muslim. Beirut: Dar al-Kutub. 1992
Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Sahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Kutub. 2004
Badran Abul ‘Ainain Badran. Studi Sekitar Al-Qur’an; Hakikat Al-Qur’an, Terjemahnya, Turunnya, Huruf-hurufnya, Kemukjizatannya, Sejarahnya, Pengumpulannya, Terbitnya, Qira’at-qira’atnya, dan Tafsirnya. Yogyakarta: Toko Kitab Beirut. 2007
Abdul Qadir Muhamad Shaleh, Tafsir wa Al-Mufassirun, ( Beirut : Dar Al-Ma’rifah, 1424 H / 2003 ), Cet. I
Abi al-Hussein Ahmad Ibn Faris ibn Zakariya, Maqoyis al-Lughoh (Bairut:Dar al-‘Ilm Li al-Malayyin, t.t.)
Al-Raghib sal-Isfahaniy, al-Mufradat fi aAlfadz Alqur’an al-Karim (Bairut: Dar al-Fikr, 1982)
http://cakzainul.blogspot.com/2012/02/makalah-ulumul-quran-sejarah-turun-dan.html
http://pandidikan.blogspot.com/2010/04/pengertian-dan-proses-turunnya-alquran.html






[1] Abi al-Hussein Ahmad Ibn Faris ibn Zakariya, Maqoyis al-Lughoh (Bairut:Dar al-‘Ilm Li al-Malayyin, t.t.), hlm.342
[2] Al-Raghib sal-Isfahaniy, al-Mufradat fi aAlfadz Alqur’an al-Karim (Bairut: Dar al-Fikr, 1982), hlm.824

[3] http://ibnusyihab.blogspot.com/2012/01/proses-tahapan-turunnya-alquran.html
[4] http://almahabbah89.wordpress.com/2010/08/22/peristiwa-nuzulul-quran/
[5] http://cakzainul.blogspot.com/2012/02/makalah-ulumul-quran-sejarah-turun-dan.html
[6] http://pandidikan.blogspot.com/2010/04/pengertian-dan-proses-turunnya-al-quran.html
[7] Abdul Qadir Muhamad Shaleh, Tafsir wa Al-Mufassirun, ( Beirut : Dar Al-Ma’rifah, 1424 H / 2003 ), Cet. I, h 45
[8]http://abufurqan.com/2011/12/06/hikmah-turunnya-al-qur%E2%80%99an-secara-bertahap-menurut-syaikh-manna%E2%80%99-al-qaththan/
[10] Badran Abul ‘Ainain Badran, Studi Sekitar Al-Qur’an; Hakikat Al-Qur’an, Terjemahnya, Turunnya, Huruf-hurufnya, Kemukjizatannya, Sejarahnya, Pengumpulannya, Terbitnya, Qira’at-qira’atnya, dan Tafsirnya, Alih Bahasa Ismail Thaib, (Yogyakarta: Toko Kitab Beirut, Cet. Pertama, 2007), hlm. 36-37.
[11] Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, juz. 2, hlm. 851
[12] Muslim al-Hajjaj, Sahih Muslim, (Beirut: Dar al-Kutub, juz 6, 1992), hlm. 83.
[13] Muhammad bin Isa al-Turmudi, Sunan al-Turmudi, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, juz. 8, 1994), hlm. 222.
[14] Al-Saih ‘Ali Husain, Madkhal al-Dirasat al-Qur’aniyah, (Tripoli: Da’wah Islamiyah, 2000), hlm. 140-145. Lihat juga, Muhammad Ali al-Sabuni, Studi Ilmu al-Qur’an, Terj. Aminuddin, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 363.

[15] Manna’ al-Qattan, Mabahith fii ‘Ulum al-Qur’an, hlm. 162.
[16] Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, (Kuwait: Maktabah Dar al-Aqsa,  juz. 6, 1985), hlm. 37.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar