NUZULUL QUR'AN
oleh : Gufron Fauzi
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
ALLAH
telah memuliakan umat Muhammad, karenanya Dia telah menurunkan kepadanya kitab
yang luar biasa, sebagai penutup dari kitab-kitab samawy, menjadi undang-undang
kehidupan, pemecah persoalan, menjadi pengobat penyakit dan kanker masyarakat,
tanda keagungan dan keluhuran sebagai umat pilihan untuk bisa mengemban risalah
samawiyah yang paling mulia, yang Allah telah memuliakannya dengan bekal kitab
yang luhur ini dan diturunkan khusus kepada seorang Rasul yang mulia Muhammad bin
Abdillah. Dengan turunnya Al-Quran ini sempurnalah ikatan risalah samawiyah,
terpancarlah sinar cahaya ke seluruh penjuru dunia yang akhirnya sampailah
petunjuk Allah itu kepada mahluk-Nya. Firman Allah s w t.:
“Dia dibawa
turun oleh Ar-Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi
salah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab
yang jelas.” (Asy-Syu’ara:193-195)
Oleh
karena itu Mempelajari Al-Quran adalah
kewajiban. Ada beberapa prinsip dasar
untuk memahaminya, khusus dari segi hubungan Al-Quran dengan ilmu pengetahuan.
Atau, dengan kata lain, mengenai “memahami Al -Quran dalam Hubungannya dengan
Ilmu Pengetahuan.”(Persoalan ini sangat penting, terutama pada masa-masa
sekarang ini, dimana perkembangan ilmu pengetahuan demikian pesat dan meliputi
seluruh aspek kehidupan). Penting bagi kita untuk mengetahui sejarah turunnya
Al Qur`an, agar menambah keteguhan iman kita kepada kitab Allah SWT dan tetap
pada ajaran Islam. Apabila kita tidak mengetahui sejarah, maka kecenderungan
mengulangi sejarah seperti masa lalu ketika terjadinya pemalsuan al-Qur’an pada
masa-masa awal Islam akan terjadi lagi. Apalagi mengingat sekarang ini bebas
dan maraknya ajaran-ajaran “nyeleneh” yang bermunculan. Maka dari itu adalah patas
kalo makalah ini membahas tentang pengertian Nuzulu Al-quran….??, Bagaimana proses
tahapan al-Qur’an diturunkan..??, cara turunnya al-quran dan hikmahnya….???,
dan Al-quran diturunkan dengan tujuh huruf…???
Dengan adanya pembahasan ini tentunya kami semua
berharap semakin memperkaya ilmu pengetahuan kami khususnya tentang Nuzulul
Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
NUZULU AL-QU’AN
Allah swt berfirman : ”Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena
itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS.Al-Baqarah : 185)
Secara etimologis, kata Nuzul
memiliki beberapa pengertian. Menurut Ibn Faris, kata Nuzul berarti hubuth
syay wa wuqu’uh, turun dan jatuhnya sesuatu[1].
Sedang menurut al-Raghib al-Isfahaniy, kata Nuzul berarti al-inhidar min
‘ulw ila asfal,meluncur atau turun daria atsas kebawah[2].
Nuzul dalam pengertian ini dapat di jumpai dalam QS al Baqarah ayat 22.
Sedangkan definisi Al-Quran secara
etimologis adalah “Qur’an” berarti “bacaan”, pengertian
seperti ini dikemukakan dalam Al-Qur’an sendiri yakni dalam surat Al-Qiyamah,
ayat 17-18:
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an
(di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah
tanggungan kami. (Karena itu), jika kami telah membacakannya, hendaklah kamu
ikuti bacaannya”.
Adapun menurut istilah Al-Qur’an
berarti: “Kalam Allah yang merupakan mu’jizat yang
diturunkan kepada nabi Muhammad, yang disampaikan secara mutawatir dan
membacanya adalah ibadah”.
Sudah jelas kiranya dari pengertian dua kata diatas, bahwa yang
dimaksud nuzulu
al-quran adalah turunnya kalam Allah yang
diturunkan khusus kepada nabi Muhammad,pun juga sebagai mu’jizat untuk nabi
Muhammad, dan bagi orang yang membacanya dinilai ibadah. Akan tetapi turunnya
al-quran dari luh mahfud bukan seperti terlemparnya sesuatu dari langit kebawah
ataupun meluncur dari atas kebawah, melainkan melalui ruhu al-qudus yaitu
malaikat Jibril. Ini menunjukkan bahwa al-quran yang ada skarang, adalah murni
dari Allah tanpa produk kontemplasi atau hasil pemikiran filsafat manusia. Hal
ini ditegaskan oleh Allah dalam Al-quran surat Al-Najm ayat 3-4 yang artinnya :
“…dan tiadalah yang diucapkannya itu
(Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan (kepadanya)…”
B. TAHAPAN
TURUNNYA AL-QUR’AN
Yang dimaksud
dengan “ tahap-tahap turunnya Al-Qur’an” ialah tertib dari fase-fase
disampaikan kitab suci Al-Qur’an, mulai dari sisi Allah hingga langsung kepada
Nabi Muhammad SAW, kitab suci ini tidak seperti kitab-kitab suci sebelumnya.
Sebab kitab suci ini diturunkan secara bertahap, sehingga betul-betul
menunjukkan kemukjizatannya
Dalam proses tahapan turunnya Alquran mengalami dua fase yaitu:
1.
Penurunan Alquran dari Lauhul Mahfuzd ke Baitul
'izzah.
بل هوا قرأن مجيد في لوح المحفوظ (البروج:21-22)
Artinya: bahkan yang di dustakan itu ialah
Al-Qur’an yang mulia, yang tersimpan di Lauhul Mahfudz ( QS. Al-Buruj 21).
Ayat ini menjelaskan bahwa sebelum
diturunkan ,Alquran berada di Lauhul Mahfuzd. Lauhul Mahfuzd ini adalah kitab
yang terpelihara sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam Alquran
انه لـقـرأن كريم في كـتاب مكنون
لايمسه الا المطـــهــــر ونتنزيل من رب العـالــــمين (الواقعة:77-80)
Berdasarkan
ayat ini jumhur mufassirin berpendapat bahwa kitab yang terpelihara itu
adalahLlauhul Mahfuzd, yaitu terpelihara dari pendengaran syaithan yang mencuri
pendengaran secara sembunyi-sembunyi dan terpelihara perubahan dan pergantian.
Sedangkan maknun berarti bahwa Alquran terpelihara dari kebatilan. Kedua
makna ini berdekatan satu sama lain.[3]
Setelah berada di Lauh Mahfudh, Kitab Al-Qur’an itu
turun ke Baitul Izzah di Langit Dunia atau Langit terdekat dengan bumi
ini.
Banyak dalil
yang menerangkan penurunan Al-Qur’an tahapan ini, baik dari ayat Al-Qur’an
ataupun dari Hadits Nabi Muhammad SAW, diantaranya sebagai berikut :
·
Sesungguhnya
Kami menurunkan-Nya ( Al-qur’an ) pada suatu malam yang diberkahi. ( QS.
Ad-Dukhon : 3 ).
·
Sesungguhnya
Kami telah menurunkan-Nya ( Al-qur’an ) pada malam kemuliaan. ( QS. Al-Qadri : 1 ).
·
”
( Beberapa hari itu ) ialah Bulan Ramadlan, bulan yang didalamnya diturunkan
permulaan ) Al-Qur’an ”. (
QS. Al-Baqarah : 185 ).
Hadits
Riwayat Hakim dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas RA dari Nabi Muhammad SAW
yang bersabda :
Al-Qur’an itu dipisahkan dari
pembuatannya lalu diletakkan di Baitul Izzah dari langir dunia, kemudian
mulailah malaikat jibril menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW. ( HR. Hakim dari Ibnu Jubair dari Ibnu Abbas
RA. ).
Hadits
Riwayat An-Nasa’i, Hakim, dan Baihaqi dari Ibnu Abbas RA. Beliau berkata :
Al-Qur’an itu diturunkan secara
sekaligus kelangit Dunia pada Malam Qadar, kemudian setelah itu diturunkan (
Sedikit demi sedikit ) selama 20 tahun. ( HR. An-Nasa’i dari Ibnu Abbas RA. ).
Hadits
Riwayat Hakim, Baihaqi dan lain-lain dari Ibnu Abbas RA beliau berkata :
Al-Qur’an itu diturunkan secara
sekaligus kelangit Dunia, dan hal itu adalah seperti perpindahan
bintang-bintang, allah menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW sebagian setelah
sebagian ( yang lain ). (
HR. Hakim, Baihaqi dari Ibnu Abbas RA)[4].
Semua
dalil ayat dan Hadits-Hadits tersebut diatas menunjukkan turunnya Al-Qur’an
secara sekaligus, seluruh isi Al-Qur’an dari Lauh Mahfudh ke Baitul Izzah
dilangit dunia.
2.
Penurunan Alquran dari Baitul 'Izzah kepada Nabi SAW
Al-Qur’an
turun dari Baitul Izzah di langit dunia langsung kepada nabi Muhammad. Artinya,
Al-Qur’an diturunkan diBaitul Izzah dilangit dunia agar para malaikat
menghormati kebesarannya. Pada selanjutnya al-quran disampaikan langsung kepada
Nabi Muhammad, baik melalui perantara Malaikat Jibril ataupun secara langsung
ke dalam hati sanubari nabi Muhammad SAW, maupun dari balik tabir.
Dalilnya ayat Al-Qur’an antara lain:
ولقد أنزلناه إليك ايت بينت
Artinya: dan sesungguhnya kami
telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas.” (Q.S. al-baqoroh:99)
نزل به الروح الامين . على قلبك لتكون
من المنذربن
Artinya: ia (al-qur’an ) dibawa
turun oleh Ar-Ruhul Al-Amin (Jibril) kedalam hatimu (Muhammad)agar kamu menjadi
salah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan.” (Q.S.
asy-syu’ara: 193-194)[5]
Dalam proses
turunnya al-quran pada tahap ini, malaikat jibril menurunkan al-quran dari Baitul Izzah kepada nabi
Muhammad secara bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa dan
kejadian-kejadian sejak bliau diutus sampai wafatnya. Sesuai dengan firman
Allah yang artinya :
“Dan
Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur‐angsur
agar kamu membacakannya perlahan‐lahan
kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.”
(QS Al‐Isra;106)
C. CARA
TURUNYA AL-QUR’AN DAN HIKAMHNYA
Al Al-Qur’an
secara -Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur berupa beberapa ayat dan
sebuah surat atau berupa surat yang pendek secara lengkap dan penyampaian keseluruhan
memakan waktu kurang lebih 23 tahun yakni 13 tahun waktu Nabi masih tinggal di
Makkah sebelum hijrah dan 10 tahun waktu Nabi sesudah hijrah ke Madinah[6].
Pertama : Datang kepada Rasul SAW Malaikat
seperti dencingan suara lonceng yang amat kuat, dari musnad imam Ahmad, dari
Abdullah bin Umar, aku bertanya kepada Rasul, Apakah anda ya Rasul menyadari
tetang turunnya wahyu ?, Rasul Menjawab : aku mendengar suara dencingan
lonceng, kemudian aku diam, tiba-tiba aku tidak sadarkan diri, ternyata
turunnya wahyu. Dan cara ini adalah cara yang terberat, dan dikatakan demikian
diantara turunnya ayat berkenaan tetang janji dan ancaman.
Kedua : Malaikat datang kepada Rasul
bagaikan seorang laki-laki, dan menyampaikan wahyu, demikian sebagaimana hadits
shahih. Dan cara yang demikian adalah cara yang lebih ringan dari cara yang
pertama. Karena cara ini, Malaikat sebagaimana layaknya saudara saudara yang
lain, dan berbicara baik secara sadar seperti pada saat isra dan mi’raj, dan
dalam keadaan tidur seperti hadits Muaz bin Jabal[7].
Hikmahnya turunnya al-quran secara berangsur-angsur menurut
peristiwa yang melatarinya adalah :
1. Untuk
menguatkan hati Nabi Shallahu
'Alaihi wa Sallam. Firman-Nya:
Orang-orang kafir
berkata, kenapa Qur'an tidak turun kepadanya sekali turun saja? Begitulah,
supaya kami kuatkan hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur
dan benar). (Al-Furqaan:32)
Kata
Abu Syamah, ayat itu menerangkan bahwa Allah memang sengaja menurunkan Qur'an
secara berangsur-angsur. Tidak sekali turun langsung berbentuk kitab seperti
kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul sebelumnya, tidak. Lantas apa rahasia
dan tujuannya? Tujuannya ialah untuk meneguhkan hati Nabi Shallahu 'Alaihi wa
Sallam . Sebab dengan turunnya wahyu secara bertahap menurut peristiwa, kondisi,
dan situasi yang mengiringinya, tentu hal itu lebih sangat kuat menancap dan
sangat terkesan di hati sang penerima wahyu tersebut, yakni Muhammad. Dengan
begitu turunnya melaikat kepada beliau juga lebih intens (sering), yang
tentunya akan membawa dampak psikologis kepada beliau; terbaharui semangatnya
dalam mengemban risalah dari sisi Allah. Beliau tentunya juga sangat bergembira
yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Karena itu saat-saat yang paling baik
di bulan Ramadhan, ialah seringnya perjumpaan beliau dengan Jibril.
2.
Sebagai Tantangan dan Mukjizat (التحدي
والإعجاز)
Orang-orang musyrik senantiasa
berkubang dalam kesesatan dan kesombongan hingga melampaui batas. Mereka sering
mengajukan berbagai pertanyaan dengan maksud melemahkan dan menantang Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk menguji kenabian beliau. Mereka juga
sering menyampaikan hal-hal batil yang aneh, seperti menanyakan tentang hari
kiamat: {يسألونك عن الساعة}, atau meminta disegerakannya azab: {ويستعجلونك بالعذاب}. Maka turunlah al-Qur’an untuk menjelaskan kebenaran kepada
mereka, dan memberikan jawaban yang paling jelas atas pertanyaan-pertanyaan
mereka, seperti firman Allah ta’ala:
ولا يأتونك بمثل إلا جئناك بالحق وأحسن تفسيرا
Artinya: “Tidaklah
orang-orang kafir itu datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil, melainkan
Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.”
[al-Furqaan ayat 33]
Maksud ayat di atas adalah, setiap
orang-orang kafir datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
pertanyaan-pertanyaan batil yang aneh, maka Allah akan mendatangkan jawaban
yang benar dan lebih baik maknanya dibanding pertanyaan-pertanyaan yang sia-sia
dan tak ada manfaatnya tersebut.
Di saat orang-orang kafir keheranan
atas turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur, maka Allah menjelaskan kepada
mereka kebenaran hal itu. Sebab, tantangan kepada orang-orang kafir dengan
al-Qur’an yang diturunkan secara berangsur-angsur sedang mereka tidak sanggup
untuk membuat yang semisal dengannya, akan lebih memperlihatkan kemukjizatan
dan lebih efektif pembuktiannya dibanding kalau al-Qur’an diturunkan sekaligus.
3.
Mempermudah Hafalan dan Pemahamannya (تيسير حفظه وفهمه)
Al-Qur’an al-Karim turun di
tengah-tengah umat yang ummi, tidak pandai membaca dan menulis. Catatan mereka
adalah ingatan dan hafalan. Mereka tak memiliki pengetahuan tentang tata cara
penulisan dan pembukuan yang memungkinkan mereka untuk menulis dan
membukukannya, baru kemudian menghafal dan memahaminya. Allah ta’ala berfirman:
هو الذي بعث في الأميين
رسولا منهم يتلو عليهم آياته ويزكيهم ويعلمهم الكتاب والحكمة وإن كانوا من قبل
لفي ضلال مبين
Artinya: “Dialah yang
mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka, dan mengajarkan
kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” [al-Jumu’ah ayat 2]
Umat yang buta huruf ini, tidaklah
mudah bagi mereka menghafal seluruh al-Qur’an seandainya al-Qur’an diturunkan
sekaligus, dan tidak mudah pula bagi mereka memahami maknanya dan mentadabburi
ayat-ayatnya. Turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur merupakan bantuan yang
terbaik bagi mereka untuk menghafal dan memahami ayat-ayatnya.
Setiap kali turun satu atau
beberapa ayat, para shahabat segera menghafalnya, mentadabburi maknanya, dan
mempelajari hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Kebiasaan para shahabat
ini kemudian menjadi metode pembelajaran dalam kehidupan para tabi’in. Abu
Nadhrah berkata:
كان
أبو سعيد الخدري يعلمنا القرآن خمس آيات بالغداة، وخمس آيات بالعشي، ويخبر أن
جبريل نزل بالقرآن
خمس
آيات خمس آيات
Artinya: “Abu
Sa’id al-Khudri mengajarkan al-Qur’an kepada kami, lima ayat di waktu pagi dan
lima ayat di waktu petang. Dia memberitahukan bahwa Jibril menurunkan al-Qur’an
lima ayat lima ayat.” [Dikeluarkan oleh Ibn ‘Asakir]
4.
Kesesuaian dengan Peristiwa-Peristiwa yang Terjadi dan
Penahapan dalam Penetapan Hukum (مسايرة الحوادث
والتدرج في التشريع).
Manusia
tidak akan mudah mengikuti dan tunduk kepada diin yang baru ini
seandainya al-Qur’an tidak menghadapi mereka dengan cara yang bijaksana dan
memberikan kepada mereka obat penawar yang ampuh yang dapat menyembuhkan mereka
dari kerusakan dan kehinaan. Setiap kali terjadi suatu peristiwa di antara
mereka, maka turunlah hukum mengenai peristiwa itu yang memberikan kejelasan
statusnya, sebagai petunjuk dan peletakan dasar-dasar tasyri’i bagi
mereka, sesuai dengan situasi dan kondisi, satu demi satu. Dan cara demikian
ini menjadi obat bagi hati mereka.
Pada
mulanya al-Qur’an meletakkan dasar-dasar keimanan kepada Allah, malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari kiamat, serta apa yang ada pada hari
kiamat itu seperti kebangkitan, hisab, balasan, surga dan neraka. Untuk itu,
al-Qur’an menegakkan hujjah dan bukti sehingga kepercayaan kepada
berhala tercabut dari jiwa orang-orang musyrik dan tumbuh sebagai gantinya
aqidah Islam.
Al-Qur’an
mengajarkan akhlak yang mulia yang dapat membersihkan jiwa dan meluruskan
kebengkokannya, serta mencegah perbuatan yang keji dan mungkar, sehingga dapat
terkikis habis akar kejahatan dan keburukan. Ia menjelaskan kaidah-kaidah halal
dan haram yang menjadi dasar agama dan menancapkan tiang-tiangnya dalam hal
makanan, minuman, harta benda, kehormatan dan darah.
Kemudian
penetapan hukum (tasyri’) bagi umat ini meningkat secara
berangsur-angsur kepada penanganan penyakit-penyakit sosial yang telah mendarah
daging dalam jiwa mereka, setelah disyari’atkan bagi mereka kewajiban-kewajiban
agama dan rukun-rukun Islam yang menjadikan hati mereka penuh dengan iman,
ikhlas kepada Allah dan hanya menyembah kepada-Nya serta tidak
mempersekutukan-Nya.
Demikian
pula, al-Qur’an turun sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada kaum
muslimin dalam perjuangan mereka yang panjang meninggikan kalimatullah.
Semua ini mempunyai dalil-dalil berupa nash-nash al-Qur’an al-Karim, jika kita
meneliti ayat-ayat makki dan madani serta kaidah-kaidah tasyri’-nya.
Sebagai
contoh, ayat yang berisi pengharaman zina sudah diturunkan di Makkah, yaitu:
ولا
تقربوا الزنى إنه كان فاحشة وساء سبيلا
Artinya: “Dan
janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu suatu perbuatan keji dan
jalan yang buruk.” [al-Israa’ ayat 32]
Tetapi,
sanksi-sanksi yang diakibatkan oleh zina baru turun di Madinah.
5.
Penunjukan yang Jelas dan Pasti Bahwa Al-Qur’an Al-Karim
Diturunkan oleh Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji (الدلالة
القاطعة على أن القرآن الكريم تنزيل من حكيم حميد)
Al-Qur’an yang turun secara
berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam waktu
lebih dari dua puluh tahun ini, ayat-ayatnya turun dalam selang waktu tertentu,
dan selama itu orang membaca dan mengkajinya surah demi surah. Ketika itu,
terlihat rangkaiannya begitu padat, tersusun cermat sekali dengan makna yang
saling berhubungan, dengan gaya bahasa yang begitu kuat, serta ayat demi ayat
dan surah demi surah saling terjalin bagaikan untaian mutiara yang indah, yang
belum pernah ada bandingannya dalam perkataan manusia.
Allah ta’ala berfirman:
كتاب أحكمت آياته ثم
فصلت من لدن حكيم خبي
Artinya: “Inilah
Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci,
yang diturunkan dari sisi Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.” [Huud ayat
1]
Seandainya al-Qur’an
ini adalah perkataan manusia yang disampaikan dalam berbagai situasi, peristiwa
dan kejadian, tentulah di dalamnya terjadi ketidakserasian dan saling
bertentangan satu dengan yang lain, serta sulit terjadi keseimbangan.
Allah ta’ala
berfirman:
ولو
كان من عند غير الله لوجدوا فيه اختلافا كثيرا
Artinya:
“Kalau sekiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka akan
mendapati banyak pertentangan di dalamnya.” [an-Nisaa’ ayat 82][8]
D. AL-QUR’AN
DITURUNKAN DALAM TUJUH HURUF
Imam Al Zarkasyi dalam bukunya, Al Burhan fii ‘Ulum
al-Qur’an, mengingatkan bahwa al-Qira’ah (bacaan) itu berbeda dengan
al-Qur’an (yang dibaca). Keduanya merupakan dua fakta yang berlainan. Sebab,
al-Qur’an adalah wahyu Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk
menjadi keterangan dan mukjizat. Sedangkan qira’ah ialah perbedaan cara membaca
lafaz-lafaz wahyu tersebut di dalam tulisan huruf-huruf yang menurut Jumhur
cara itu adalah mutawatir[9].
Terbetik berita bahwa Nabi Saw., bersabda: “al-Qur’an
diturunkan dalam tujuh huruf”. Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Turmudzi dari
Ubay Ibnu Ka’ab. Dan Imam Ahmad itu meriwayatkan dari Hudzaifah dan hadits ini
nilainya hasan. Di dalam hadits lain: “al-Qur’an diturunkan dari
tujuh buah pintu dan dalam tujuh buah huruf, semuanya cukup dan memadai”. Diriwayatkan
oleh At-Tabrani dari Mu’adz Ibnu Jabal di mana hadits itu bernilai hasan, dan
dalam hadits yang lainnya lagi: “al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf,
barang siapa yang membaca menurut satu huruf di antaranya maka tak usahlah ia
berpindah berpindah kepada huruf yang lain karena itu tidak perlu”. Diriwayatkan
oleh At-Tabrani dari Ibnu Mas’ud. Dalam riwayat lain dari Ibnu Mas’ud: “al-Qur’an
diturunkan dalam tujuh huruf. Setiap huruf ada lahir dan batinnya. Dan
masing-masing huruf itu ada batasannya pula dan setiap batas ada permulaannya”.[10]
Ada beberapa dalil hadits yang menjelaskan bahwa al-Qur’an
diturunkan dengan tujuh huruf. Antara lain:
حدّثَنا عبدُ اللهِ بنُ يوسُفَ أخبرَنا مالكٌ عنِ ابنِ شِهابٍ
عن عُروةَ بنِ الزّبَيرِ عن عبدِ الرحمنِ بنِ عبدٍ القاريّ أنهُ قال: سمعتُ عمرَ
بنَ الخَطّابِ رضيَ اللهُ عنهُ يقول: «سمعتُ هشامَ بنَ حَكيمِ بنِ حِزامٍ يَقرأُ
سورةَ الفُرقانِ على غيرِ ما أقرَؤها، وكان رسولُ الله صلى الله عليه وسلّم
أقرَأَنيها، وكِدْتُ أن أعجَلَ عليه، ثمّ أمهلتُهُ حتّى انصَرَفَ، ثمّ لبّبْتُهُ
بردائِه فجئتُ بهِ رسولَ الله صلى الله عليه وسلّم فقلتُ: إني سمعتُ هذا يقرأُ على
غيرِ ما أقرَأْتَنيها. فقال لي: أرسِلْهُ. ثمّ قال لهُ: اقرَأْ. فقرأَ. قال: هكذا أُنزِلَتْ. ثمّ قال لي:
اقرَأْ. فقرأتُ. فقال: هكذا أُنزِلَتْ، إنّ القرانَ أُنزِلَ على سبعةِ أحرُفٍ،
فاقرَؤوا منهُ ما تَيسّرَ».
“Meriwayatkan
yang lafazhnya dari Bukhari bahwa; “Umar bin Hattab berkata: “Aku mendengar
Hisham bin Hakim membaca surat al-Furqan di masa hidupya Rasulullah Saw, aku
mendengar bacaannya, tiba-tiba ia membacanya dengan beberapa huruf yang belum
pernah Rasulullah Saw membacakannya kepadaku sehingga aku hampir beranjak dari
salat, kemudian aku menunggunya sampai salam. Setelah ia salam aku menarik
sorbannya dan bertanya: “Siapa yang membacakan surat ini kepadamu?”. Ia
menjawab: “Rasulullah Saw yang membacakannya kepadaku”, aku menyela: “Dusta
kau, Demi Allah sesungguhnya Rasulullah Saw telah membacakan surat yang telah
kudengar dari yang kau baca ini”. Setelah itu aku pergi membawa dia menghadap
Rasulullah Saw lalu aku bertanya: “Wahai Rasulullah aku telah mendengar lelaki
ini, ia membaca surat al-Furqan dengan beberapa huruf yang belum pernah engkau
bacakan kepadaku, sedangkan engkau sendiri telah membacakan surat al-Furqan ini
kepadaku”. Rasulullah Saw menjawab: “Hai ‘Umar! lepaskan dia. “Bacalah
Hisham!”. Kemudian ia membacakan bacaan yang tadi aku dengar ketika ia
membacanya. Rasululllah Saw bersabda: “Begitulah surat itu diturunkan” sambil
menyambung sabdanya: “Bahwa al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf maka
bacalah yang paling mudah!”.[11]
“Diriwayatkan
dengan sanadnya dari Ubay bin Ka’ab ia berkata: “Aku berada di masjid,
tiba-tiba masuklah lelaki, ia shalat kemudian membaca bacaan yang aku ingkari.
Setelah itu masuk lagi lelaki lain membaca berbeda dengan bacaan kawannya yang
pertama”. Setelah kami selesai salat, kami bersama-sama masuk ke rumah
Rasulullah Saw, lalu aku bercerita: “Bahwa si lelaki ini membaca bacaan yang
aku ingkari dan kawannya ini membaca berbeda dengan bacaan kawannya yang
pertama”. Akhirnya Rasulullah Saw memerintahkan keduanya untuk membaca”.
Setelah mereka membaca Rasulullah Saw menganggap baik bacaannya. Setelah
menyaksikan hal itu, terhapuslah dalam diriku sikap untuk mendustakan, tidak
seperti halnya diriku ketika masa Jahiliyyah. Nabi menjawab demikian tatkala beliau
melihat diriku bersimbah peluh karena kebingungan, ketika itu keadaan kami
seolah-olah berkelompok-kelompok di hadapan Allah Yang Maha Agung. Setelah
melihat saya dalam keadaan demikian, beliau menegaskan pada diriku dan berkata:
“Hai Ubay! Aku diutus untuk membaca al-Qur’an dengan suatu huruf lahjah (dialek)”, kemudian aku
meminta pada Jibril untuk memudahkan umatku, dia membacakannya dengan huruf
kedua, akupun meminta lagi padanya untuk memudahkan umatku, lalu ia menjawab
untuk ketiga kalinya. “Hai Muhammad, bacalah al-Qur’an dalam 7 lahjah
dan terserah padamu Muhammad apakah setiap jawabanku kau susul dengan
pertanyaan permintaan lagi”. Kemudian aku menjawabnya: “Wahai Allah! Ampunilah
umatku, ampunilah umatku dan akan kutangguhkan yang ketiga kalinya pada saat di
mana semua makhluk mencintaiku sehingga Nabi Ibrahim As”.[12]
“Riwayat
Ubay bin Ka’ab, ia mengatakan: “Rasulullah Saw berjumpa dengan Jibril di
gundukan Marwah”. Ia (Ka’ab) berkata: “Kemudian Rasul berkata kepada Jibril
bahwa aku ini diutus untuk ummat yang ummy (tidak bisa menulis dan membaca). Diantaranya ada
yang kakek-kakek tua, nenek-nenek bangka dan anak-anak”. Jibril menjawab:
“Perintahkan, membaca al-Qur’an dengan tujuh huruf”. Imam al-Turmudhy
mengatakan: “Hadith ini hasan lagi shahih”.[13]
Dari
beberapa hadits yang disebutkan di atas, tidak terdapat nas sahih yang
menjelaskan maksud dari sab’ah ahruf. Sehingga menjadi hal yang lumrah
kalau para ulama’, berdasarkan ijtihadnya masing-masing, berbeda pendapat dalam
menafsirkan pengertiannya. Al-Suyut dalam kitabnya al-Itqan
fi al-’Ulum al-Qur’an mengatakan bahwa perbedaan ulama’ dalam masalah ini
sekitar empat puluh pendapat. Perbedaan ulama’ mengenai pengertian sab’ah
ahruf ini tidak berasal dari tingkatan kualifikasi mereka atas
hadits-hadits tentang tema dimaksud. Perbedaan itu justru muncul dari lafaz sab’ah
dan ahruf yang masuk kategori lafaz-lafaz mushtarak, yaitu
lafaz-lafaz yang mempunyai banyak kemungkinan arti, sehingga memungkinkan dan
mengakomodasi segala jenis penafsiran. Selain itu juga disebabkan adanya
fenomena historis tentang periwayatan bacaan al-Qur’an yang memang beragam.
Para
ulama berbeda pendapat tentang makna tujuh huruf yang tersebut di dalam
riwayat-riwayat yang telah lalu itu. Di sini banyak sekali pertentangan dan
perselisihan pendapat. Berikut ini akan dikemukana sebagiannya seperti yang
telah dijelaskan Dr. al-Saif ‘Ali Husain dalam kitabnya Madkhal al-Dirasat
al-Qur’aniyah, sebagai beikut:[14]
1.
Sebagian
ulama’ berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh bahasa
dari kalangan orang Arab dalam pengertian yang sama. Dengan pengertian bahwa
dialek orang-orang Arab dalam mengungkapkan suatu maksud itu berbeda-beda,
sedangkan al-Qur’an datang dengan menggunakan lafaz-lafaz menurut dialek
tersebut. Kalau saja terdapat perbedaan, niscaya, al-Qur’an akan diturunkan
dalam suatu lafaz saja. Adapun yang dimaksud tujuh bahasa menurut pendapat
tersebut adalah bahasa: Quraisy, Saqif, Hawazan, Kinanah, Tamim, dan Yaman.
2.
Sebagian
ulama’ lainnya mengatakan bahwa, yang dimaksud dengan tujuh huruf ialah tujuh
bahasa dari orang-orang Arab yang menjadi tempat al-Qur’an diturunkan, dengan
pengertian bahwa al-Qur’an secara keseluruhan tidak keluar dari ke tujuh bahasa
tadi, yaitu: yang paling baik di kalangan Arab. Kebanyakan bahasa yang dipakai
oleh al-Qur’an adalah bahasa Quraish, adapula yang Huzail, Saqif, Kinanah,
Tamim, dan Yaman.
3.
Yang
dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh macam di dalam al-Qur’an. Namun,
mereka berbeda pendapat dalam menentukan macam dan uslub pengungkapannya.
Di antara mereka ada yang menyatakan bahwa bagian yang dimaksud adalah: Amr,
Nahi, Halal, Haram, Muhkam, Mutashabih, dan ‘Amal. Sementara itu, ulama’
lainnya mengatakan: Wa’ad, Wa’id, Halal, Haram, Mawaid, Amsal, dan Ihtijaj.
Pendapat lainnya mengatakan: Muhkam, Mutashabih, Nasikh, Mansukh, Khusus,
Umum, dan Qasas.
4.
Tujuh
huruf juga diartikan beberapa segi lafaz yang berbeda dalam satu kalimat dan
satu arti seperti lafaz: Halumma, Aqbil, Ta’al, Ajjil, Asri’, ilayya, qurbi
dan lain-lain. Lafaz yang tujuh tersebut memiliki satu pengertian yaitu
perintah “datanglah”.
Menurut mayoritas
ulama’, pendapat yang mendekati kebenaran adalah pendapat ke-empat yang
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh bahasa. Seperti:
Aqbil, Ta’al, Halumma, Ajjil, dan Asri’, Ilayya, Qurbi dan
lain-lain. Lafaz-lafaz tersebut berbeda tapi tunggal semakna. Pendapat ini
didukung oleh Sufyan bin ‘Uyaynah, Ibnu Jarir, Ibnu Wahab dan masih banyak
ulama’ lainnya.[15]
Pendapat
ini juga didukung dengan hadits:
حدّثنا عبد الله حدَّثني أبي حدثنا
عفان حدثنا حماد بن سلمة أنبانا علي بن زيد عن عبد الرحمن بن أبي بكرة عن أبي بكرة
: «أن جبريل عليه السلام قال: يا محمد، اقرأ القرآن على حرف، قال ميكائل عليه
السلام: استزده، فاستزاده، قال: اقرأه على حرفين، قال ميكائيل: استزده، فاستزاده
حتى بلغ سبعة أحرف، قال: كل شاف كاف ما لم تختم آية عذاب برحمة، أو آية رحمة
بعذاب، نحو قولك تعال وأقبل، وهلم واذهب، وأسرع وأعجل».
“Diriwayatkan dari Abi Bakrah:
”Jibril Berkata: Hai Muhammad aku akan bacakan al-Qur’an dengan satu huruf.
Lalu Mikail berkata: Tambahkan lagi untuknya. Jibril berkata: aku akan
menambahkannya dua huruf lagi. Kemudian Mikail berkata: Tambah lagi. Akhirnya
Jibril menambahnya sampai denga tujuh huruf. Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya al-Qur’an ini diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah
semampunya dan tidak berdosa. Tetapi jangan sekali-kali mengakhiri dzikir
rahmat dengan ‘adzab atas dzikir ‘adzab dengan rahmat, seperti ucapanmu: Ta’al,
Aqbil, Halumma, Izhab, Asri’ dan A’jil“[16]
BAB III
KESIMPULAN
Dari pemaran singkat diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.
Nuzulu
Al-quran adalah peristiwa yang luar biasa yaitu turunnya kalam Allah kepada
nabi Muhammad, pun juga sebagai mu’jizat untuk
nabi Muhammad, dan bagi orang-orang yang membacanya dinilai ibadah.
2. Ada dua tahapan turunnya Al-quran, pertama Al-Quran diturunkan sekaligus dari lauh Al-mahfudz ke Baitul
'izzah pada malam lailatu al-qadr. Kedua penurunan al-quran dari baitu
Al-‘izzah kepada nabi Muhammad secara bertahap sesuai dengan peristiwa-peristiwa
dan kejadian-kejadian sejak bliau diutus sampai wafatnya.
3. Al-Qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur berupa beberapa ayat dan sebuah surat atau
berupa surat yang pendek secara lengkap dan penyampaian keseluruhan memakan
waktu kurang lebih 23 tahun yakni 13 tahun waktu Nabi masih tinggal di Makkah
sebelum hijrah dan 10 tahun waktu Nabi sesudah hijrah ke Madinah.
Hikmah al-quran diturunkan secara
berangsur-angsur adalah :
a. Untuk
menguatkan hati Nabi Shallahu
'Alaihi wa Sallam
b.
Sebagai Tantangan dan Mukjizat (التحدي
والإعجاز)
c.
Mempermudah Hafalan dan Pemahamannya (تيسير حفظه وفهمه)
d.
Kesesuaian dengan Peristiwa-Peristiwa yang Terjadi dan
Penahapan dalam Penetapan Hukum (مسايرة الحوادث
والتدرج في التشريع)
e.
Penunjukan yang Jelas dan Pasti Bahwa Al-Qur’an Al-Karim
Diturunkan oleh Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji
(الدلالة القاطعة على أن القرآن
الكريم تنزيل من حكيم حميد)
4. Penurunan al-Qur’an dengan tujuh
huruf adalah sebagai kelonggaran dan kemudahan bagi pembaca, sehingga
bisa memilih di antara bacaan-bacaan yang diinginkan, tapi bukan dimaksudkan
bahwa semua kalimah yang ada dalam al-Qur’an bisa dibaca dengan tujuh macam
bacaan, akan tetapi yang dimaksudkan tujuh bacaan yang berbeda itu pada
beberapa tempat yang berbeda-beda yang bisa dibaca sampai tujuh bacaan. Sementara
itu dalil-dalil al-Qur’an mengenai diturunkannya al-Qur’an dengan tujuh huruf
ini tidak terdapat nas sahih yang menjelaskan maksud dari sab’ah ahruf.
Sehingga menjadi hal yang lumrah kalau para ulama’, berdasarkan ijtihadnya
masing-masing, berbeda pendapat dalam menafsirkan pengertiannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Manna’ Al-Qattan. Mabaa Hith fii ‘Uluum al-Qur’aan. Beirut:
al-’Asr al-Hadith. 1973.
Ahmad bin Hanbal. Musnad Ahmad. Kuwait: Maktabah Dar
al-Aqsa. 1985.
Al-Qur’anulkariim. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung:
Diponegoro. 1995
Muhammad bin Isa al-Turmudi. Sunan
al-Turmudi.
Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah. 1994
Muslim al-Hajjaj. Sahih Muslim. Beirut: Dar al-Kutub.
1992
Muhammad bin Ismail al-Bukhari. Sahih al-Bukhari. Beirut:
Dar al-Kutub. 2004
Badran Abul ‘Ainain Badran. Studi Sekitar Al-Qur’an;
Hakikat Al-Qur’an, Terjemahnya, Turunnya, Huruf-hurufnya, Kemukjizatannya,
Sejarahnya, Pengumpulannya, Terbitnya, Qira’at-qira’atnya, dan Tafsirnya.
Yogyakarta: Toko Kitab Beirut. 2007
Abdul
Qadir Muhamad Shaleh, Tafsir wa Al-Mufassirun, ( Beirut : Dar
Al-Ma’rifah, 1424 H / 2003 ), Cet. I
Abi
al-Hussein Ahmad Ibn Faris ibn Zakariya, Maqoyis al-Lughoh (Bairut:Dar
al-‘Ilm Li al-Malayyin, t.t.)
Al-Raghib
sal-Isfahaniy, al-Mufradat fi aAlfadz Alqur’an al-Karim (Bairut: Dar
al-Fikr, 1982)
http://cakzainul.blogspot.com/2012/02/makalah-ulumul-quran-sejarah-turun-dan.html
http://pandidikan.blogspot.com/2010/04/pengertian-dan-proses-turunnya-alquran.html
[1]
Abi al-Hussein Ahmad Ibn Faris ibn
Zakariya, Maqoyis al-Lughoh (Bairut:Dar al-‘Ilm Li al-Malayyin, t.t.),
hlm.342
[2] Al-Raghib sal-Isfahaniy, al-Mufradat
fi aAlfadz Alqur’an al-Karim (Bairut: Dar al-Fikr, 1982), hlm.824
[3]
http://ibnusyihab.blogspot.com/2012/01/proses-tahapan-turunnya-alquran.html
[4]
http://almahabbah89.wordpress.com/2010/08/22/peristiwa-nuzulul-quran/
[5]
http://cakzainul.blogspot.com/2012/02/makalah-ulumul-quran-sejarah-turun-dan.html
[6]
http://pandidikan.blogspot.com/2010/04/pengertian-dan-proses-turunnya-al-quran.html
[7] Abdul Qadir
Muhamad Shaleh, Tafsir wa Al-Mufassirun, ( Beirut : Dar Al-Ma’rifah,
1424 H / 2003 ), Cet. I, h 45
[8]http://abufurqan.com/2011/12/06/hikmah-turunnya-al-qur%E2%80%99an-secara-bertahap-menurut-syaikh-manna%E2%80%99-al-qaththan/
[10]
Badran Abul ‘Ainain Badran, Studi Sekitar Al-Qur’an;
Hakikat Al-Qur’an, Terjemahnya, Turunnya, Huruf-hurufnya, Kemukjizatannya,
Sejarahnya, Pengumpulannya, Terbitnya, Qira’at-qira’atnya, dan Tafsirnya, Alih
Bahasa Ismail Thaib, (Yogyakarta: Toko Kitab Beirut, Cet. Pertama, 2007), hlm.
36-37.
[11]
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sahih al-Bukhari,
juz. 2, hlm. 851
[13]
Muhammad bin
Isa al-Turmudi, Sunan al-Turmudi, (Beirut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, juz. 8, 1994), hlm. 222.
[14] Al-Saih ‘Ali Husain, Madkhal al-Dirasat al-Qur’aniyah,
(Tripoli: Da’wah Islamiyah, 2000), hlm. 140-145. Lihat juga, Muhammad Ali
al-Sabuni, Studi Ilmu al-Qur’an, Terj. Aminuddin, (Bandung: Pustaka
Setia, 1999), hlm. 363.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar