INSTRUMEN NON TES
oleh : Gufron Fauzi, M.PdI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Kegiatan evaluasi
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari upaya apa pun yang terprogram, tak
terkecuali bagi program pembelajaran sebagai bagian dari program pendidikan
dalam arti mikro. Kegiatan evaluasi atau penilaian merupakan suatu proses yang
sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data, berdasarkan data
tersebut kemudian dicoba membuat suatu keputusan.[1]
Hasil
belajar dari proses belajar tidak hanya dinilai oleh test, tetapi juga harus dinilai
oleh alat-alat non test atau bukan test.[2] Tehnik
ini berguna untuk mengukur keberhasilan siswa dalam proses belajar-mengajar
yang tidak dapat diukur dengan alat tes. Penggunaan tehnik ini dalam evaluasi
pembelajaran terutama karena banyak aspek kemampuan siswa yang sulit diukur
secara kuantitatif dan mencakup objektifitas. Sasaran teknik ini adalah
perbuatan, ucapan, kegiatan, pengalaman,tingkah laku, riwayat hidup, dan
lain-lain.
Saat
ini penggunaan nontes untuk menilai hasil dan proses belajar masih sangat
terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan alat melalui tes dalam menilai
hasil dan proses belajar. Padahal ada aspek-aspek yang tidak bisa terukur
secara “realtime” dengan hanya menggunakan test. seperti pada mata
pelajaran matematika. Pada tes siswa dapat menjawab dengan tepat saat diberi
pertanyaan tentang langkah-langkah melukis sudut menggunakan jangka tanpa
busur, tetapi waktu diminta melukis secara langsung di kertas atau papan tulis
ternyata cara menggunakan jangka saja mereka tidak bisa. Jadi dengan
menggunakan nontes guru bisa menilai siswa secara komprehensif, bukan hanya
dari aspek kognitif saja, tapi juga afektif dan psikomotornya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa Yang Dimaksud Dengan Instrumen
Non-Tes?
2.
Apa saja bentuk non tes
sebagai instrument evaluasi?
C.
TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran
tentang tentang Instrumen Non Tes sebagai evaluasi dalam pembelajaran utamanya
dalam Pendidikan Agama Islam (PAI), sehingga para pendidik tidak hanya
menggunakan Tes dalam menilai kompetensi para siswa, akan tetapi melibatkan
aspek afektif dan psikomotoriknya dan itu hanya bisa dilakukan dengan instrumen
non tes.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Instrumen Non Tes
Instrumen non-tes merupakan penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik yang
dilakukan dengan tanpa ”menguji” peserta didik, melainkan dilakukan
dengan menggunakan pengamatan secara sistematis (observation), melakukan
wawancara (interview), menyebarkan angket (questionnaire) dan
memeriksa atau meniliti dokumen-dokumen (documentary analysis).[3]
Nontes adalah cara penilaian hasil belajar peserta
didik yang dilakukan tanpa menguji peserta didik tetapi dengan melakukan
pengamatan secara sistematis. Cara nontes yaitu pengamatan/observasi,
wawancara/interview, angket, dan pemeriksaan dokumen.[4]
Penilaian non test adalah penilaian pengamatan
perubahan tingkah laku yang berhubungan dengan apa yang dapat diperbuat atau
dikerjakan oleh peserta didik dibandingkan dengan apa yang diketahui atau
dipahaminya.[5]
Instrumen non tes berarti tehnik penilaian dengan
tidak menggunakan tes. Tehnik penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian
anak secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, sikap sosial, ucapan,
riwayat hidup dan lain-lain. Yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam
pendidikan, baik secara individu maupun secara kelompok.
B.
Bentuk
– bentuk Instrumen Non Tes
1.
Bagan
Partisipasi
Salah
satu tujuan yang ingin dicapai dalam suatu proses belajar mengajar ialah
keikutsertaan peserta didik secara sukarela dalam kegiatan belajar mengajar
tersebut. Jadi, keikutsertaan tersebut selain merupakan salah satu usaha
memudahkan peserta didik untuk memahami konsep yang sedang dibicarakan dan
meningkatkan daya tahan ingatan untuk mengenai suatu isi pelajaran tertentu,
juga dimaksudkan untuk menjadikan proses belajar mengajar sebagai alat
meningkatkan percaya diri, harga diri, dan lain-lain. Dengan demikian
keikutsertaan peserta didik dalam suatu proses pembelajaran harus diukur,
karena ia memiliki informasi yang kaya tentang hasil belajar yang bersifat
non-kognitif. Sungguhpun participation
charts belum dapat memberikan informasi tentang alasan seseorang ikut serta
dalam suatu kegiatan, tetapi pola keikutsertaan dalam aktivitas sudah dapat
menjelaskan suatu hasil belajar yang penting yang bersifat non-kognitif yaitu lebih
bersifat afektif. Participation Charts ini
terutama berguna untuk mengamati kegiatan diskusi kelas.[6]
No.
|
Nama
|
Kualitas Kontribusi
|
|||
Sangat berarti
|
Penting
|
Meragukan
|
Tidak relevan
|
||
1
2
3
4
5
6
7
8
|
A
B
C
D
E
F
G
H
|
IIII
I
II
III
-
I
II
-
|
III
II
-
-
IIII
I
-
II
|
I
II
I
I
III
I
-
-
|
-
-
I
II
II
-
II
III
|
Sangat berarti :
mengemukakan gagasan baru yang penting dalam diskusi
Penting :
mengemukakan alasan-alasan penting dalam pendapatnya
Meragukan :
pendapat yang tak didukung oleh data atau informasi lebih lanjut
Tidak relevan :gagasan yang diajukan tidak relevan dengan masalah
yang didiskusikan
Instrumen juga bisa di bantu dengan
instrumen observasi partisipasitif. Adapun definisi Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis,
logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi
yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu.[7]
Observasi partisipatif adalah yaitu observasi yang
dilakuakan oleh pengamat diamna pengamat sendiri memasuki atau mengikuti
kegiatan kelompok yang sedang diamati.
Langkah yang ditempuh dalam membuat pedoman observasi
langsung adalah sebagai berikut:
v Lakukan terlebih dahulu observasi langsung terhadap suatu proses tingkah
laku, misalnya penampilan guru di kelas. Lalu catat kegiatan yang dilakukannya
dari awal sampai akhir pelajaran. Hal ini dilakukan agar dapat menentukan jenis
perilaku guru pada saat mengajarkan sebagai segi-segi yang akan diamati.
v Berdasarkan gambaran dari langkah ( a ) di atas, penilai menentukan
segi-segi mana dari perilaku guru tersebut yang akan diamati sehubungan dengan
keperluannya. Urutkan segi-sejgi tersebut sesuai dengan apa yang seharusnya
berdasarkan khasanah pengetahuan ilmiah, misalnya berdasarkan teori mengajar.
Rumusan tingkah laku tersebutu harus jelas dan spesifik sehingga dapat diamati
oleh pengamatnya.
v Tentukan bentuk pedoman observasi tersebut, apakah benruk bebas (tak perlu
jawaban, tetapi mencatat apa yang tampak) atau pedoman yangn berstruktur
(memakai kemungkinan jawaban). Bila dipakai bentuk yang berstruktur, tetapkan
pilihan jawaban serta indikator-indikator dan setiap jawaban yang disediakan
sebagai pegangan bagi pengamat pada saat melakukan observasi nanti.
v Sebelum observasi dilaksanakan, diskusikan dahulu pedoman observasi yang
telah dibuat dan calon observanagar setiap segi yang diamati dapat dipahami
maknanya dan bagaimana cara mengisinya.
v Bila ada hal khusus yang menarik,tetapi tidak ada dalam pedoman observasi,
sebaiknya diadakan catatan khusus atau komentar pengamat di bagian akhir
pedoman observasi.[8]
Adapun kekurangan dan kelebihan observasi sebagai berikut :
Kelebihannya
Ø Data yang dikumpulkan melalui observasi cenderung
mempunyai keandalan yang tinggi. Kadang observasi dilakukan untuk mengecek
validitas dari data yang telah diperoleh sebelumnya dari individu-individu.
Ø Dapat melihat langsung apa yang sedang dikerjakan,
pekerjaan-pekerjaan yang rumit kadang-kadang sulit untuk diterangkan.
Ø Dapat menggambarkan lingkungan fisik dari
kegiatan-kegiatan, misalnya tata letak fisik peralatan, penerangan, gangguan
suara dan lain-lain.
Ø Dapat mengukur tingkat suatu pekerjaan, dalam hal
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu unit pekerjaaan tertentu.[9]
Kekurangannya
:
Ø Umumnya orang yang diamati merasa terganggu atau tidak
nyaman, sehingga akan melakukan pekerjaannya dengan tidak semestinya.
Ø Pekerjaan yang sedang diamati mungkin tidak mewakili
suatu tingkat kesulitan pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan khusus yang
tidak selalu dilakukan atau volume-volume kegiatan tertentu.
Ø Dapat mengganggu proses yang sedang diamati.
Ø Orang yang diamati cenderung melakukan pekerjaannya
dengan lebih baik dari biasanya dan sering menutup-nutupi
kejelekan-kejelekannya.
2.
Daftar
Cek
Bila kita melakukan tes secara tertulis
dan secara lisan, maka berarti kita hanya mengukur kemampuan siswa dalam daerah
kognitif saja. Sistem secara teratulis (pencil &
paper test) seperti itu tidaklah
mungkin dapat mengungkapkan kemampuan siswa dalam hal keterampilan, yang masih
merupakan perubahan tingkah laku yang harus mendapat perhatian. Demikian pula
perubahan tingkah laku dalam hal sikap, minat, kebiasaan, dan penyesuaian diri
[erlu mendapat perhatian yang tidak dpat diungkapkan hanya tes lisan dan
tulisan. Oleh karena itui perlu tes lain, yaitu tes perbuatan. Yang dimaksud
dengan daftar cek adalah sederetan pertanyaan yang dijawab oleh responden
dengan membubuhkan tanda cek (√) pada tempat yang sudah disediakan. Sedangkan
skala bertingkat adalah sejenis daftar cek dengan kemungkinan jawaban terurut
menurut tingkatan atau hirarki. [10]
Daftar cek adalah sebuah daftar yang
memuat sejumlah pernyataan singkat, tertulis tentang berbagai gejala yang
dimaksudkan sebagai penolong pencatatan ada tidaknya sesuatu gejala dengan cara
member tanda cek (V) pada setiao emunculan gejala yang dimaksud. Daftar cek
bertujuan untuk mengetahui apakah gejala yang berupa pernyataan yang tercantum
dalam daftar cek ada atau tidak ada pada seorang individu atau kelompok.[11]
Contoh:
PERNYATAAN
|
PENDAPAT
|
|||
A
|
B
|
C
|
D
|
|
Ketertarikan siswa dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran PAI
|
||||
Ketertarikan siswa untuk menanyakan permasalahan
yang dihadapi
|
||||
Kemampuan siswa menyelesaikan latihan yang diberikan
|
||||
Kemampuan siswa menarik kesimpulan dari pembelajaran yang diajarkan
|
Keterangan:
A : Sangat baik
B : Baik
C : Cukup
D : Kurang
Kekuatan checklist sangat fleksibel untuk
men-cek kemampuan semua jenis dan tingkat hasil belajar serta dapat digunakan
untuk semua mata pelajaran. Akan tetapi kualitas suatu checklist akan sangat
tergantung pada kejelasan komponen yang dinyatakan dalam daftar, keutuhan
komponen itu sebagai bagian menyeluruh dari kemampuan yang diukur, dan
kemampuan pengamat untuk menandai ada atau tidaknya komponen tersebut.bahkan
hanya suatu daftar cek singkat saja, sudah dapat diambil kesimpulan untuk suatu
karakteristik tertentu.
Manfaat
checklist adalah banyak unsur-unsur yang berbeda yang dapat diamati dalam satu
waktu tertentu, lebih cepat dilakukan oleh evaluator, keandalan atau
konsistensi alternatif jawaban dapat diperoleh, dan kemudahan dalam pencapaian
skor maksimal. Keterbatasan dari checklist adalah ketidakhadiran informasi yang
disajikan pada siswa tentang “why a no judgment was assigned.”
3.
Skala
lanjutan
Pengertian rating scale adalah
instrumen pengukuran non-tes yang menggunakan suatu prosedur terstuktur untuk
memperoleh informasi tentang suatu yang diobservasi yang menyatakan posisi
tertentu dalam hubunganya dengan yang lain[12]
Skala lajuan adalah
instrumen yang menggunakan suatu prosedur terstruktur untuk memperoleh
informasi tentang sesuatu yang diobservasi yang menyatakan posisi tertentu
dalam hubungannya dengan yang lain. Rating scale terdiri dari dua
bagian, yaitu pernyataan tentang kualitas keberadaan sesuatu dan petunjuk penilaian
tentang pernyataan tersebut. Ada empat tipe rating scale , yaitu numerical
rating scale, descriptive graphic rating scale, rangking method rating scale,
dan paired comparisons rating scale.
Skala
lajuan merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat mengukur. Dengan skala
tidak ada jawaban benar/salah, tetapi jawaban terletak dalam satu rentang
skala. Dalam observasi, untuk tiap butir kegiatan atau perilaku yang diamati
telah disiapkan rentang skalanya. Ada 2 macam skala yang biasa digunakan dalam
observasi, yaitu :[13]
a.
Skala
Deskriptif.
Skala
deskriptif berupa pertanyaan atau pernyataan yang jawabannya berbentuk skala
persetujuan atau penolakan terhadap pertanyaan atau pernyataan. Misalnya,
sangat setuju-setuju-ragu-ragu-tidak setuju-sangat setuju.
b.
Skala
Garis.
Skala garis
berupa pertanyaan atau penyataan yang jawabannya berbentuk skala tetapi bisa
bervariasi sesuai dengan rumusan pertanyaan atau pernyataan. Meskipun
bervariasi tetapi jarak rentang yang digunakan harus sama. Misalnya: untuk
pernyataan perencanaan pembelajaran yang dilakukan sumber data, skala yang
digunakan : sangat lengkap-lengkap-kurang lengkap-tidak lengkap.
Skala lajuan juga mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Positifnya evaluator memungkinkan untuk mengevaluasi
yang menyakut analisis subkomponen suatu hasil kerja atau kinerja siswa dan
guru dapat memberikan umpan balik yang lebih baik kepada kinerja yang dilakukan
siswa daripada menggunakan checklist. Hal negatif dari rating scale butuh
banyak waktu karena untuk memberikan evaluasi yang berhubungan dengan kualitas
suatu kinerja atau hasil kerja pada tiap unsurnya. Tingkat kepercayaan terhadap
skor yang diberikan pada siswa kurang dapat dipercaya daripada checklist,
terutama ketika membedakan tingkatan kualitas suatu kinerja atau hasil kinerja
siswa terhadap konsistensi penilaian. Dua strategi untuk mengembangkan
penilaian dalam skala lajuan sehingga lebih dapat dipercaya. Pertama memberikan
suatu uraian atau diskripsi atau kriteria yang jelas bersih dari tiap aspek
kualitas yang akan diukur.
No
|
Pernyataan/Indikator
|
Sangat tinggi
|
Ting-
gi
|
Se-
dang
|
Ren-
dah
|
Sangat rendah
|
∑
|
1.
|
Kehadiran di kelas
|
|
4
|
||||
2.
|
Aktivitas di kelas
|
|
4
|
||||
3.
|
Ketepatan waktu
|
|
5
|
||||
4.
|
Mengumpulkan tugas
|
|
5
|
||||
5.
|
Kerapihan buku bacaan
|
|
4
|
||||
6.
|
Partisipasi dalam praktikum
|
|
4
|
||||
7.
|
Kerapihan laporan praktikum
|
|
4
|
||||
8.
|
Partisipasi kegiatan kelompok
|
|
5
|
||||
Skor total
|
15
|
20
|
4.
Skala
Sikap
Sikap merupakan suatu kecenderungan tingkah laku untuk
berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia
sekitarnya, baik berupa orang -orang maupun objek-objek tertentu.[14]
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap
objek tertentu. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif),
menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan
berperilaku pada seseorang. Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang
terhadap suatu stimulus yang datang pada dirinya.
Dalam mengukur sikap guru hendaknya memoerhatikan tiga
komponen sikap, yaitu :[15]
a. Kognisi, berkenaan dengan pengetahuan seseorang atau stimulus yang
dihadapi.
b. Afeksi, berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tertentu.
c. Konasi, berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap suatu objek.
Bentuk skala yang dapat
di pergunakan dalam pengukuran bidang pendidikan yaitu:
-
Skala likert ialah
skala yang dapat di pergunakan untuk mengukur sikap,pendapat,dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena
pendidikan. Contoh alternatif jawaban: Sangat setuju ( SS ), Setuju ( S ),
Ragu-Ragu ( RR ), Sangat Tidak Setuju ( STS ).
-
Skala guttman yaitu
skala yang mengiginkan tipe jawan tegas, seperti jawaban benar salah, ya–tidak,
pernah–tidak pernah, positif- negatif, tinggi–rendah, baik–buruk, dan
seterusnya.pada skala Guttman ada dua interval yaitu setuju dan tidak
setuju.selain dapat dibuat dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda, skala Guttman
dapat juga dibuat dalam bentuk daftar checklist.
-
Skala differensial
yaitu skala untuk mengukur sikap,tetapi bentuknya bukan pilihan ganda atau
checklis, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum dimana jawaban yang sangat
positif terletak dibagian kanan garis,dan jawaban negatif disebelah kiri garis,
atau sebaliknya.
-
Data–data skala yang
diperoleh melaui tiga macam skala diatas adalah data kualitatif yang kemudian
dikuantitatifkan. Berbeda dengan rating scale, data yang diperoleh adalh
data kuanitatif (angka) yakng kemudian ditafsirkan dalm pengertian kualitatif.
Skala ini lebih fleksibel, tidak saja untuk mengukur sikap tetapi juga
digunakan untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lingkungan,
seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi, pengetahuan,kemampuan,dan
lain-lain.
-
Skala thurstone ialah
skala yang disusun dengan memilih butir yang berbentuk skala interval. Setiap
butir memiliki kunci skor dan jika diurut, kunci skor menghasilkan nilai yang
berjarak sama. Skala thurstone dibuat dalam bentuk sejumlah (40-50) pertanyaan
yang relevan dengan variabel yang hendak diukurkemudian sejumlah ahli (20-40)
orang yang menilai relevansi pertanyaan itu dengan konten atau konstruk
variabel yang hendak diukur. Nilai 1 pada skala diatas menyatakan sangat tidak
relevan, sedangkan nilai 11 menyatakan sangat relevan.[16]
Langkah-langkah pengembangan skala pada umumnya adalah:
Ø Menentukan objek yang dituju, kemudian tetapkan variabel yang akan diukur
dengan skala tersebut.
Ø Lakukan analisis variabel tersebut menjadi beberapa subvariabel atau
dimensi variabel, lalu kembangkan indikator setiap dimensi tersebut.
Ø Dari setiap indikator, tentukan ruang lingkup pernyataan sikap yang
berkenaan dengan aspek kognisi, afeksi, dan konasi terhadap objek sikap.
Ø Susunlah pernyataan untuk masing-masing aspek tersebut dalam dua kategori
yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif, secara seimbang banyaknya.[17]
Pada garis besarnya penysunan item untuk skala, perlu
ditempuh langkah–langkah sebagai berikut:
§ Menentukan gejala yang ditemui.
§ Rumuskan perilaku apa yang mengacu sikap apa terhadap obyek atau gejala
tersebut.
§ Rumuskan karakteristik dari perilaku sikap tersebut.
§ Rincilah lebih lanjut tiap karekteristik menjdi sejumlah atribut yang lebih
speifik.
§ Tentukan indicator penilaian terhadap setiap atribut tersebut.
§ Sususnlah perangkat item sesuai dengan indicator yang telah dirumuskan.
§ Suatu skala terdiri dari antara 20 sampai dengan 30 item.
§ Susunlah item tersebut, yang terdiri dari separuhnya dalam bentuk.
pernyataan positif dan separuhnya dalm bentuk pernyataan negatif.
§ Tentukan banyak skala: lima atau tujuh atau sebelas alternatif.
§ Tentukan bobot nilai bagi tiap skalanya. Misalnya 4,3,2,1.0 untuk lima
nilai skala, sebagai dasar perhitungan kuantitatif.[18]
Penilaian sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara atau
teknik. Teknik-teknik tersebut antara lain: observasi perilaku, pertanyaan
langsung, dan laporan pribadi. Teknik-teknik tersebut secara ringkas dapat
diuraikan sebagai berikut :
a.
Observasi perilaku
Perilaku seseorang pada umumnya menunjukkan kecenderungan
seseorang dalam sesuatu hal. Misalnya orang yang biasa minum kopi dapat
dipahami sebagai kecenderungannya yang senang kepada kopi. Oleh karena itu,
guru dapat melakukan observasi terhadap peserta didik yang dibinanya. Hasil
observasi dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan.
b.
Observasi perilaku di sekolah dapat
dilakukan dengan menggunakan buku catatan khusus tentang kejadian-kejadian
berkaitan dengan peserta didik selama di sekolah. Berikut contoh format buku catatan harian.
Salah satu instrumen penilaian bentuk skala sikap
adalah skala sikap yang dikembangkan oleh Likert. Skala Likert biasanya
menggunakan skala lima, tetapi dalam hal tertentu dapat pula menggunakan skala
3, 7, atau 9. Dalam skala Likert, subjek tidak disuruh memilih
pertanyaan-pertanyaan yang positif saja, tetapi juga memilih
pertanyaan-pertanyaan yang negatif. Tiap butir instrumen dibagi menjadi lima
skala, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Tentu (TT), Tidak Setuju
(TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Setiap pernyataan positif (+) diberi bobot
4, 3, 2, 1, dan 0, sedangkan setiap pernyataan negatif (-) diberi bobot
sebaliknya, yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4.
Tabel 4. 5. Instrumen
Skala Sikap
Instrumen
|
Skala Likert
|
|
SS
S
R
TS STS
SS
S R
TS STS
SS
S
R
TS STS
SS
S
R
TS STS
SS
S
R
TS STS
SS
S
R
TS STS
SS
S
R
TS STS
SS
S
R
TS STS
|
Contoh: butir
skala sikap terhadap pelajaran PAI
a. Pertanyaan /pernyataan positif
Setiap peserta didik
wajib mengerjakan pekerjaan rumah yang berupa soal-soal PAI yang diberikan guru
setiap ada pelajaran PAI.
b. Pertanyaan/pernyataan negatif
Pelajaran PAI tidak
perlu diberikan di SMA/MA oleh karena pelajaran kimia tidak penting dan hanya
menghabiskan biaya untuk keperluan Paraktek.
Contoh: Sikap terhadap
mata pelajaran PAI diungkap dengan skala Likert
(Tabel 4.5)
Berilah tanda X pada skala huruf yang sesuai dengan persepsi Anda. SS =
sangat setuju; S = setuju; R = ragu-ragu; TS = tidak setuju; STS = sangat tidak
seuju.
BAB III
KESIMPULAN
Penilaian non test
adalah “penilaian pengamatan perubahan tingkah laku yang berhubungan dengan apa
yang dapat diperbuat atau dikerjakan oleh peserta didik dibandingkan dengan apa
yang diketahui atau dipahaminya”. Dengan kata lain penilaian non test
behubungan dengan penampilan yang dapat diamati dibandingkan dengan pengetahuan
dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati oleh indera.
Bermacam-macam jenis
penilaian bentuk non tes bentuk tulis dalam rangka menilai keberhasilan belajar
siswa. Diantara non tes bentuk tulis adalah bagan partisipasi, daftar cek,
skala lanjutan, dan skala sikap. Pengembangan Instrumen Penilaian yang
dikembangkan perlu memperhatikan hal-hal berikut: Berhubungan dengan kondisi
pembelajaran di kelas dan/atau di luar kelas, relevan dengan proses pembelajaran,
materi, kompetensi dan kegiatan pembelajaran, menuntut kemampuan berpikir
berjenjang, berkesinambungan, dan bermakna dengan mengacu pada aspek berpikir
Taksonomi Bloom (aspek kognitif, afektif dan psikomotor), mengembangkan
kemampuan berpikir kritis seperti: mendeskripsikan, menganalisis, menarik
kesimpulan, menilai, melakukan penelitian, memecahkan masalah, mengukur
berbagai kemampuan yang sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai
peserta didik dan mengikuti kaidah penulisan soal.
DAFTAR PUSTAKA
Drs M. Ngalim Purwanto, 2009, MP, Prinsip-Prinsip
Dan Tehnik Evaluasi Pengajaran,Bandung : PT Remaja Rosdakarya, , cet. 15
Prof. Dr.
Suharsimi Arikunto, 2012, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi
Aksara, Ed. 2
Anas Sudijono, 2009, Pengantar Evaluasi
Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
http://eduklinik.info/2011/03/30/instrumen-non-tes/, di akses tanggal 25-10-2013
Nana Sudjana,
2007, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT Remaja
RosdaKarya.
Zainal Arifin. 2011, Evaluasi
pembelajaran. Bandung: Rosdakarya
Ign Masidj, Penilaian
Hasil Belajar Siswa Di Sekolah. (Yogjakarta: Kanisius. ,(1995).http://binham.wordpress.com/2011/12/29/instrumen-evaluasi-pendidikan/ diakses pada tanggal 25 oktober 2013
H. Djaali
dan Pudji Mulyono, 2008, Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan ,
Jakarta: PT Grasindo
Oemar Hamalik,
2009, Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan, Bandung: Mandar Maju,
[1] Drs M. Ngalim Purwanto,
MP, Prinsip-Prinsip Dan Tehnik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2009), cet. 15, Hal. 3
[2] Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Ed. 2, hal. 40
[3] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 76
[5] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar,
(Bandung: PT Remaja RosdaKarya. 2007), hlm. 84
[6] http://tbp-unj.blogspot.com/2011/10/c-macam-macam-instrumen-penilaian-hasil.html. diakses tanggal 30-10-2013
[8] Nana Sudjana, hlm. 85-86.
[9] http://mastarmudi.blogspot.com/2010/07/pengertian-observasi.html, diakses tanggal 25 oktober 2013.
[10] http://zenisetiawati.blogspot.com/2012/05/alat-evaluasi-teknik-non-tes.html, diakses pada tanggal 25 oktober 2013
[11] Ign Masidj, Penilaian Hasil Belajar Siswa Di
Sekolah. (Yogjakarta: Kanisius. ,(1995). http://binham.wordpress.com/2011/12/29/instrumen-evaluasi-pendidikan/ diakses pada tanggal 25 oktober 2013
[13] http://candilaras.blogspot.com/2008/05/teknik-dan-instrumen-observasi.html diakses 25 Oktober 2013
[15] http://ndiesandi05.blogspot.com/2012/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html, diakses pada tanggal 25 Oktober 2013
[16] H. Djaali dan Pudji Mulyono, Pengukuran
Dalam Bidang Pendidikan , (Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 28-30.
[17] Nana Sudjana, Penilaian Hasil..., hlm.
81
[18] Oemar Hamalik, Teknik Pengukuran dan
Evaluasi Pendidikan, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hlm. 108-111.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar