Komisi Gratis | Bisnis Online Tanpa Modal

Minggu, 08 Desember 2013

INSTRUMEN NON TES
oleh : Gufron Fauzi, M.PdI



BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Kegiatan evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari upaya apa pun yang terprogram, tak terkecuali bagi program pembelajaran sebagai bagian dari program pendidikan dalam arti mikro. Kegiatan evaluasi atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data, berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat suatu keputusan.[1]
Hasil belajar dari proses belajar tidak hanya dinilai oleh test, tetapi juga harus dinilai oleh alat-alat non test atau bukan test.[2] Tehnik ini berguna untuk mengukur keberhasilan siswa dalam proses belajar-mengajar yang tidak dapat diukur dengan alat tes. Penggunaan tehnik ini dalam evaluasi pembelajaran terutama karena banyak aspek kemampuan siswa yang sulit diukur secara kuantitatif dan mencakup objektifitas. Sasaran teknik ini adalah perbuatan, ucapan, kegiatan, pengalaman,tingkah laku, riwayat hidup, dan lain-lain.
Saat ini penggunaan nontes untuk menilai hasil dan proses belajar masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan alat melalui tes dalam menilai hasil dan proses belajar. Padahal ada aspek-aspek yang tidak bisa terukur secara “realtime” dengan hanya menggunakan test. seperti pada mata pelajaran matematika. Pada tes siswa dapat menjawab dengan tepat saat diberi pertanyaan tentang langkah-langkah melukis sudut menggunakan jangka tanpa busur, tetapi waktu diminta melukis secara langsung di kertas atau papan tulis ternyata cara menggunakan jangka saja mereka tidak bisa. Jadi dengan menggunakan nontes guru bisa menilai siswa secara komprehensif, bukan hanya dari aspek kognitif saja, tapi juga afektif dan psikomotornya.
B.  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Yang Dimaksud Dengan Instrumen Non-Tes?
2.      Apa saja bentuk non tes sebagai instrument evaluasi?
C.  TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran tentang tentang Instrumen Non Tes sebagai evaluasi dalam pembelajaran utamanya dalam Pendidikan Agama Islam (PAI), sehingga para pendidik tidak hanya menggunakan Tes dalam menilai kompetensi para siswa, akan tetapi melibatkan aspek afektif dan psikomotoriknya dan itu hanya bisa dilakukan dengan instrumen non tes.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Instrumen Non Tes
Instrumen non-tes merupakan penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik yang dilakukan dengan tanpa ”menguji”  peserta didik, melainkan dilakukan dengan menggunakan pengamatan secara sistematis (observation), melakukan wawancara (interview), menyebarkan angket (questionnaire) dan memeriksa atau meniliti dokumen-dokumen (documentary analysis).[3]
Nontes adalah cara penilaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan tanpa menguji peserta didik tetapi dengan melakukan pengamatan secara sistematis. Cara nontes yaitu pengamatan/observasi, wawancara/interview, angket, dan pemeriksaan dokumen.[4]
Penilaian non test adalah penilaian pengamatan perubahan tingkah laku yang berhubungan dengan apa yang dapat diperbuat atau dikerjakan oleh peserta didik dibandingkan dengan apa yang diketahui atau dipahaminya.[5]
Instrumen non tes berarti tehnik penilaian dengan tidak menggunakan tes. Tehnik penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian anak secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, sikap sosial, ucapan, riwayat hidup dan lain-lain. Yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam pendidikan, baik secara individu maupun secara kelompok.
B.  Bentuk – bentuk Instrumen Non Tes
1.      Bagan Partisipasi
Salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam suatu proses belajar mengajar ialah keikutsertaan peserta didik secara sukarela dalam kegiatan belajar mengajar tersebut. Jadi, keikutsertaan tersebut selain merupakan salah satu usaha memudahkan peserta didik untuk memahami konsep yang sedang dibicarakan dan meningkatkan daya tahan ingatan untuk mengenai suatu isi pelajaran tertentu, juga dimaksudkan untuk menjadikan proses belajar mengajar sebagai alat meningkatkan percaya diri, harga diri, dan lain-lain. Dengan demikian keikutsertaan peserta didik dalam suatu proses pembelajaran harus diukur, karena ia memiliki informasi yang kaya tentang hasil belajar yang bersifat non-kognitif. Sungguhpun participation charts belum dapat memberikan informasi tentang alasan seseorang ikut serta dalam suatu kegiatan, tetapi pola keikutsertaan dalam aktivitas sudah dapat menjelaskan suatu hasil belajar yang penting yang bersifat non-kognitif  yaitu lebih bersifat afektif. Participation Charts ini terutama berguna untuk mengamati kegiatan diskusi kelas.[6]

No.
Nama
Kualitas Kontribusi
Sangat berarti
Penting
Meragukan
Tidak relevan
1
2
3
4
5
6
7
8
A
B
C
D
E
F
G
H
IIII
I
II
III
-
I
II
-
III
II
-
-
IIII
I
-
II
I
II
I
I
III
I
-
-
-
-
I
II
II
-
II
III

            Sangat berarti  : mengemukakan gagasan baru yang penting dalam diskusi
            Penting            : mengemukakan alasan-alasan penting dalam pendapatnya
            Meragukan      : pendapat yang tak didukung oleh data atau informasi lebih lanjut
Tidak relevan   :gagasan yang diajukan tidak relevan dengan masalah yang  didiskusikan
Instrumen juga bisa di bantu dengan instrumen observasi partisipasitif. Adapun definisi Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu.[7]
Observasi partisipatif adalah yaitu observasi yang dilakuakan oleh pengamat diamna pengamat sendiri memasuki atau mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati.
Langkah yang ditempuh dalam membuat pedoman observasi langsung adalah sebagai berikut:
v  Lakukan terlebih dahulu observasi langsung terhadap suatu proses tingkah laku, misalnya penampilan guru di kelas. Lalu catat kegiatan yang dilakukannya dari awal sampai akhir pelajaran. Hal ini dilakukan agar dapat menentukan jenis perilaku guru pada saat mengajarkan sebagai segi-segi yang akan diamati.
v  Berdasarkan gambaran dari langkah ( a ) di atas, penilai menentukan segi-segi mana dari perilaku guru tersebut yang akan diamati sehubungan dengan keperluannya. Urutkan segi-sejgi tersebut sesuai dengan apa yang seharusnya berdasarkan khasanah pengetahuan ilmiah, misalnya berdasarkan teori mengajar. Rumusan tingkah laku tersebutu harus jelas dan spesifik sehingga dapat diamati oleh pengamatnya.
v  Tentukan bentuk pedoman observasi tersebut, apakah benruk bebas (tak perlu jawaban, tetapi mencatat apa yang tampak) atau pedoman yangn berstruktur (memakai kemungkinan jawaban). Bila dipakai bentuk yang berstruktur, tetapkan pilihan jawaban serta indikator-indikator dan setiap jawaban yang disediakan sebagai pegangan bagi pengamat pada saat melakukan observasi nanti.
v  Sebelum observasi dilaksanakan, diskusikan dahulu pedoman observasi yang telah dibuat dan calon observanagar setiap segi yang diamati dapat dipahami maknanya dan bagaimana cara mengisinya.
v  Bila ada hal khusus yang menarik,tetapi tidak ada dalam pedoman observasi, sebaiknya diadakan catatan khusus atau komentar pengamat di bagian akhir pedoman observasi.[8]
Adapun kekurangan dan kelebihan observasi sebagai berikut :
Kelebihannya
Ø  Data yang dikumpulkan melalui observasi cenderung mempunyai keandalan yang tinggi. Kadang observasi dilakukan untuk mengecek validitas dari data yang telah diperoleh sebelumnya dari individu-individu.
Ø  Dapat melihat langsung apa yang sedang dikerjakan, pekerjaan-pekerjaan yang rumit kadang-kadang sulit untuk diterangkan.
Ø  Dapat menggambarkan lingkungan fisik dari kegiatan-kegiatan, misalnya tata letak fisik peralatan, penerangan, gangguan suara dan lain-lain.
Ø  Dapat mengukur tingkat suatu pekerjaan, dalam hal waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu unit pekerjaaan tertentu.[9]
Kekurangannya :
Ø  Umumnya orang yang diamati merasa terganggu atau tidak nyaman, sehingga akan melakukan pekerjaannya dengan tidak semestinya.
Ø  Pekerjaan yang sedang diamati mungkin tidak mewakili suatu tingkat kesulitan pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan khusus yang tidak selalu dilakukan atau volume-volume kegiatan tertentu.
Ø  Dapat mengganggu proses yang sedang diamati.
Ø  Orang yang diamati cenderung melakukan pekerjaannya dengan lebih baik dari biasanya dan sering menutup-nutupi kejelekan-kejelekannya.
2.      Daftar Cek
Bila kita melakukan tes secara tertulis dan secara lisan, maka berarti kita hanya mengukur kemampuan siswa dalam daerah kognitif saja. Sistem secara teratulis (pencil & paper  test) seperti itu tidaklah mungkin dapat mengungkapkan kemampuan siswa dalam hal keterampilan, yang masih merupakan perubahan tingkah laku yang harus mendapat perhatian. Demikian pula perubahan tingkah laku dalam hal sikap, minat, kebiasaan, dan penyesuaian diri [erlu mendapat perhatian yang tidak dpat diungkapkan hanya tes lisan dan tulisan. Oleh karena itui perlu tes lain, yaitu tes perbuatan. Yang dimaksud dengan daftar cek adalah sederetan pertanyaan yang dijawab oleh responden dengan membubuhkan tanda cek (√) pada tempat yang sudah disediakan. Sedangkan skala bertingkat adalah sejenis daftar cek dengan kemungkinan jawaban terurut menurut tingkatan atau hirarki. [10]
Daftar cek adalah sebuah daftar yang memuat sejumlah pernyataan singkat, tertulis tentang berbagai gejala yang dimaksudkan sebagai penolong pencatatan ada tidaknya sesuatu gejala dengan cara member tanda cek (V) pada setiao emunculan gejala yang dimaksud. Daftar cek bertujuan untuk mengetahui apakah gejala yang berupa pernyataan yang tercantum dalam daftar cek ada atau tidak ada pada seorang individu atau kelompok.[11]
Contoh:
PERNYATAAN
PENDAPAT
A
B
C
D
Ketertarikan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran PAI




Ketertarikan siswa untuk menanyakan permasalahan yang dihadapi




Kemampuan siswa menyelesaikan latihan yang diberikan




Kemampuan siswa menarik  kesimpulan dari pembelajaran yang diajarkan





Keterangan:
A          :           Sangat baik
B           :           Baik
C           :           Cukup
D          :           Kurang

Kekuatan checklist sangat fleksibel untuk men-cek kemampuan semua jenis dan tingkat hasil belajar serta dapat digunakan untuk semua mata pelajaran. Akan tetapi kualitas suatu checklist akan sangat tergantung pada kejelasan komponen yang dinyatakan dalam daftar, keutuhan komponen itu sebagai bagian menyeluruh dari kemampuan yang diukur, dan kemampuan pengamat untuk menandai ada atau tidaknya komponen tersebut.bahkan hanya suatu daftar cek singkat saja, sudah dapat diambil kesimpulan untuk suatu karakteristik tertentu.
Manfaat checklist adalah banyak unsur-unsur yang berbeda yang dapat diamati dalam satu waktu tertentu, lebih cepat dilakukan oleh evaluator, keandalan atau konsistensi alternatif jawaban dapat diperoleh, dan kemudahan dalam pencapaian skor maksimal. Keterbatasan dari checklist adalah ketidakhadiran informasi yang disajikan pada siswa tentang “why a no judgment was assigned.”
3.      Skala lanjutan
Pengertian rating scale  adalah instrumen pengukuran non-tes yang menggunakan suatu prosedur terstuktur untuk memperoleh informasi tentang suatu yang diobservasi yang menyatakan posisi tertentu dalam hubunganya dengan yang lain[12]
Skala lajuan adalah instrumen yang menggunakan suatu prosedur terstruktur untuk memperoleh informasi tentang sesuatu yang diobservasi yang menyatakan posisi tertentu dalam hubungannya dengan yang lain. Rating scale terdiri dari dua bagian, yaitu pernyataan tentang kualitas keberadaan sesuatu dan petunjuk penilaian tentang pernyataan tersebut. Ada empat tipe rating scale , yaitu numerical rating scale, descriptive graphic rating scale, rangking method rating scale, dan paired comparisons rating scale.
Skala lajuan merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat mengukur. Dengan skala tidak ada jawaban benar/salah, tetapi jawaban terletak dalam satu rentang skala. Dalam observasi, untuk tiap butir kegiatan atau perilaku yang diamati telah disiapkan rentang skalanya. Ada 2 macam skala yang biasa digunakan dalam observasi, yaitu :[13]
a.       Skala Deskriptif.
Skala deskriptif berupa pertanyaan atau pernyataan yang jawabannya berbentuk skala persetujuan atau penolakan terhadap pertanyaan atau pernyataan. Misalnya, sangat setuju-setuju-ragu-ragu-tidak setuju-sangat setuju.
b.      Skala Garis.
Skala garis berupa pertanyaan atau penyataan yang jawabannya berbentuk skala tetapi bisa bervariasi sesuai dengan rumusan pertanyaan atau pernyataan. Meskipun bervariasi tetapi jarak rentang yang digunakan harus sama. Misalnya: untuk pernyataan perencanaan pembelajaran yang dilakukan sumber data, skala yang digunakan : sangat lengkap-lengkap-kurang lengkap-tidak lengkap.
Skala lajuan juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Positifnya evaluator memungkinkan untuk mengevaluasi yang menyakut analisis subkomponen suatu hasil kerja atau kinerja siswa dan guru dapat memberikan umpan balik yang lebih baik kepada kinerja yang dilakukan siswa daripada menggunakan checklist. Hal negatif dari rating scale butuh banyak waktu karena untuk memberikan evaluasi yang berhubungan dengan kualitas suatu kinerja atau hasil kerja pada tiap unsurnya. Tingkat kepercayaan terhadap skor yang diberikan pada siswa kurang dapat dipercaya daripada checklist, terutama ketika membedakan tingkatan kualitas suatu kinerja atau hasil kinerja siswa terhadap konsistensi penilaian. Dua strategi untuk mengembangkan penilaian dalam skala lajuan sehingga lebih dapat dipercaya. Pertama memberikan suatu uraian atau diskripsi atau kriteria yang jelas bersih dari tiap aspek kualitas yang akan diukur.

No

Pernyataan/Indikator
Sangat tinggi
Ting-
gi
Se-
dang
Ren-
dah
Sangat rendah

1.
Kehadiran di kelas




4
2.
Aktivitas di kelas




4
3.
Ketepatan waktu




5
4.
Mengumpulkan tugas




5
5.
Kerapihan buku bacaan




4
6.
Partisipasi dalam praktikum




4
7.
Kerapihan laporan praktikum




4
8.
Partisipasi kegiatan kelompok




5

Skor total
15
20





4.      Skala Sikap
Sikap merupakan suatu kecenderungan tingkah laku untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang -orang maupun objek-objek tertentu.[14]
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang terhadap suatu stimulus yang datang pada dirinya.
Dalam mengukur sikap guru hendaknya memoerhatikan tiga komponen sikap, yaitu :[15]
a.    Kognisi, berkenaan dengan pengetahuan seseorang atau stimulus yang dihadapi.
b.    Afeksi, berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tertentu.
c.    Konasi, berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap suatu objek.



Bentuk skala yang dapat di pergunakan dalam pengukuran bidang pendidikan yaitu:
-          Skala likert ialah skala yang dapat di pergunakan untuk mengukur sikap,pendapat,dan persepsi seseorang atau sekelompok  orang tentang suatu gejala atau fenomena pendidikan. Contoh alternatif jawaban: Sangat setuju ( SS ), Setuju ( S ), Ragu-Ragu ( RR ), Sangat Tidak Setuju ( STS ).
-          Skala guttman yaitu skala yang mengiginkan tipe jawan tegas, seperti jawaban benar salah, ya–tidak, pernah–tidak pernah, positif- negatif, tinggi–rendah, baik–buruk, dan seterusnya.pada skala Guttman ada dua interval yaitu setuju dan tidak setuju.selain dapat dibuat dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda, skala Guttman dapat juga dibuat dalam bentuk daftar checklist.
-          Skala differensial yaitu skala untuk mengukur sikap,tetapi bentuknya bukan pilihan ganda atau checklis, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum dimana jawaban yang sangat positif terletak dibagian kanan garis,dan jawaban negatif disebelah kiri garis, atau sebaliknya.
-          Data–data skala yang diperoleh melaui tiga macam skala diatas adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Berbeda dengan rating scale, data yang diperoleh adalh data kuanitatif (angka) yakng kemudian ditafsirkan dalm pengertian kualitatif. Skala ini lebih fleksibel, tidak saja untuk mengukur sikap tetapi juga digunakan untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lingkungan, seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi, pengetahuan,kemampuan,dan lain-lain.
-          Skala thurstone ialah skala yang disusun dengan memilih butir yang berbentuk skala interval. Setiap butir memiliki kunci skor dan jika diurut, kunci skor menghasilkan nilai yang berjarak sama. Skala thurstone dibuat dalam bentuk sejumlah (40-50) pertanyaan yang relevan dengan variabel yang hendak diukurkemudian sejumlah ahli (20-40) orang yang menilai relevansi pertanyaan itu dengan konten atau konstruk variabel yang hendak diukur. Nilai 1 pada skala diatas menyatakan sangat tidak relevan, sedangkan nilai 11 menyatakan sangat relevan.[16]
Langkah-langkah pengembangan skala pada umumnya adalah:
Ø Menentukan objek yang dituju, kemudian tetapkan variabel yang akan diukur dengan skala tersebut.
Ø Lakukan analisis variabel tersebut menjadi beberapa subvariabel atau dimensi variabel, lalu kembangkan indikator setiap dimensi tersebut.
Ø Dari setiap indikator, tentukan ruang lingkup pernyataan sikap yang berkenaan dengan aspek kognisi, afeksi, dan konasi terhadap objek sikap.
Ø Susunlah pernyataan untuk masing-masing aspek tersebut dalam dua kategori yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif, secara seimbang banyaknya.[17]
Pada garis besarnya penysunan item untuk skala, perlu ditempuh langkah–langkah sebagai berikut:
§  Menentukan gejala yang ditemui.
§  Rumuskan perilaku apa yang mengacu sikap apa terhadap obyek atau gejala tersebut.
§  Rumuskan karakteristik dari perilaku sikap tersebut.
§  Rincilah lebih lanjut tiap karekteristik menjdi sejumlah atribut yang lebih speifik.
§  Tentukan indicator penilaian terhadap setiap atribut tersebut.
§  Sususnlah perangkat item sesuai dengan indicator yang telah dirumuskan.
§  Suatu skala terdiri dari antara 20 sampai dengan 30 item.
§  Susunlah item tersebut, yang terdiri dari separuhnya dalam bentuk. pernyataan positif dan separuhnya dalm bentuk pernyataan negatif.
§  Tentukan banyak skala: lima atau  tujuh atau sebelas alternatif.
§  Tentukan bobot nilai bagi tiap skalanya. Misalnya 4,3,2,1.0 untuk lima nilai skala, sebagai dasar perhitungan kuantitatif.[18]
Penilaian sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik. Teknik-teknik tersebut antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung, dan laporan pribadi. Teknik-teknik tersebut secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut :
a.     Observasi perilaku
Perilaku seseorang pada umumnya menunjukkan kecenderungan seseorang dalam sesuatu hal. Misalnya orang yang biasa minum kopi dapat dipahami sebagai kecenderungannya yang senang kepada kopi. Oleh karena itu, guru dapat melakukan observasi terhadap peserta didik yang dibinanya. Hasil observasi dapat dijadikan sebagai umpan balik  dalam pembinaan.
b.    Observasi  perilaku di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan buku catatan khusus tentang kejadian-kejadian berkaitan dengan peserta didik selama di sekolah. Berikut contoh format buku catatan harian.
Salah satu instrumen penilaian bentuk skala sikap adalah skala sikap yang dikembangkan oleh Likert. Skala Likert biasanya menggunakan skala lima, tetapi dalam hal tertentu dapat pula menggunakan skala 3, 7, atau 9. Dalam skala Likert, subjek tidak disuruh memilih pertanyaan-pertanyaan yang positif saja, tetapi juga memilih pertanyaan-pertanyaan yang negatif. Tiap butir instrumen dibagi menjadi lima skala, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Tentu (TT), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Setiap pernyataan positif (+) diberi bobot 4, 3, 2, 1, dan 0, sedangkan setiap pernyataan negatif (-) diberi bobot sebaliknya, yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4.

Tabel 4. 5. Instrumen Skala Sikap
Instrumen
Skala Likert
  1. Saya selalu merasa tertekan dalam kelas PAI       
  2. PAI sangat menarik saya dan saya menyenangi kelas PAI
  3. PAI adalah mata pelajaran yang menyenangkan
  4. Saya mempunyai feeling bagus terhadap PAI
  5. Saya benar-benar menyenangi PAI
  6. Saya tidak pernah menyenangi PAI, PAI adalah mata pelajar-an yang paling tidak saya sukai
  7. Saya lebih bahagia dalam kelas PAI daripada dalam kelas lain
  8. Saya merasa lebih rileks dalam kelas PAI daripada dalam kelas lain
SS        S          R         TS        STS

SS        S          R         TS        STS

SS        S          R         TS        STS

SS        S          R         TS        STS

SS        S          R         TS        STS

SS        S          R         TS        STS



SS        S          R         TS        STS

SS        S          R         TS        STS

Contoh: butir  skala sikap terhadap pelajaran PAI
a.       Pertanyaan /pernyataan positif
Setiap peserta didik wajib mengerjakan pekerjaan rumah yang berupa soal-soal PAI yang diberikan guru setiap ada pelajaran PAI.
b.      Pertanyaan/pernyataan negatif
Pelajaran PAI tidak perlu diberikan di SMA/MA oleh karena pelajaran kimia tidak penting dan hanya menghabiskan biaya untuk keperluan Paraktek.

Contoh: Sikap terhadap mata pelajaran PAI diungkap dengan skala Likert             (Tabel 4.5)
Berilah tanda X pada skala huruf yang sesuai dengan persepsi Anda. SS = sangat setuju; S = setuju; R = ragu-ragu; TS = tidak setuju; STS = sangat tidak seuju.
BAB III
KESIMPULAN
Penilaian non test adalah “penilaian pengamatan perubahan tingkah laku yang berhubungan dengan apa yang dapat diperbuat atau dikerjakan oleh peserta didik dibandingkan dengan apa yang diketahui atau dipahaminya”. Dengan kata lain penilaian non test behubungan dengan penampilan yang dapat diamati dibandingkan dengan pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati oleh indera.
Bermacam-macam jenis penilaian bentuk non tes bentuk tulis dalam rangka menilai keberhasilan belajar siswa. Diantara non tes bentuk tulis adalah bagan partisipasi, daftar cek, skala lanjutan, dan skala sikap. Pengembangan Instrumen Penilaian yang dikembangkan perlu memperhatikan hal-hal berikut: Berhubungan dengan kondisi pembelajaran di kelas dan/atau di luar kelas, relevan dengan proses pembelajaran, materi, kompetensi dan kegiatan pembelajaran, menuntut kemampuan berpikir berjenjang, berkesinambungan, dan bermakna dengan mengacu pada aspek berpikir Taksonomi Bloom (aspek kognitif, afektif dan psikomotor), mengembangkan kemampuan berpikir kritis seperti: mendeskripsikan, menganalisis, menarik kesimpulan, menilai, melakukan penelitian, memecahkan masalah, mengukur berbagai kemampuan yang sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik dan mengikuti kaidah penulisan soal.

















DAFTAR PUSTAKA
Drs  M. Ngalim Purwanto, 2009, MP, Prinsip-Prinsip Dan Tehnik Evaluasi Pengajaran,Bandung : PT Remaja Rosdakarya, , cet. 15
Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, 2012, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, Ed. 2
Anas Sudijono, 2009, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Nana Sudjana, 2007, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT Remaja RosdaKarya.
Zainal Arifin. 2011, Evaluasi pembelajaran. Bandung: Rosdakarya
Ign Masidj, Penilaian Hasil Belajar Siswa Di Sekolah. (Yogjakarta: Kanisius. ,(1995).http://binham.wordpress.com/2011/12/29/instrumen-evaluasi-pendidikan/ diakses pada tanggal 25 oktober 2013
H. Djaali dan  Pudji Mulyono, 2008, Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan , Jakarta: PT Grasindo
Oemar Hamalik, 2009, Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan, Bandung: Mandar Maju,





[1] Drs  M. Ngalim Purwanto, MP, Prinsip-Prinsip Dan Tehnik Evaluasi Pengajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet. 15, Hal. 3
[2] Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Ed. 2, hal. 40
[3] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 76
[5] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya. 2007), hlm. 84
[7] Zainal Arifin. Evaluasi pembelajaran. (Bandung: Rosdakarya 2011), hal 153

[8] Nana Sudjana, hlm. 85-86.
[11] Ign Masidj, Penilaian Hasil Belajar Siswa Di Sekolah. (Yogjakarta: Kanisius. ,(1995). http://binham.wordpress.com/2011/12/29/instrumen-evaluasi-pendidikan/ diakses pada tanggal 25 oktober 2013
[14] Zainal Arifin. Evaluasi ... , hal. 159
[16] H. Djaali dan  Pudji Mulyono, Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan , (Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 28-30.
[17] Nana Sudjana, Penilaian Hasil..., hlm. 81
[18] Oemar Hamalik, Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hlm. 108-111.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar